Kisah Abu Lubabah bin Abdul Mundzir, Sahabat yang Hatinya Sangat Lembut

Source: en.wikipedia.org

Abu Lubabah bin Abdul
Mundzir

Abu Lubabah – Abu Lubabah bin Abdul-Mundzir (أبو
لبابة بن عبد المنذر
).
Beliau termasuk ke dalam keturunan Bani Aus, yang menguasai wilayah Yatsrib
(Madinah).

Istri beliau bernama Khansa binti Khandam. Keduanya diberikan
seorang anak perempuan bernama Lubabah. Karena itu, beliau mendapat julukan Abu
Lubabah.

Terdapat perbedaan pendapat mengenai nama asli Abu Lubabah.
Sebagian pendapat menyebutkan jika beliau bernama Basyir, menurut Ibnu Ishaq bernama
Rifa’at, atau menurut Allamah Zamakhsyari bernama Marwan.

 

Kisah awal mula masuknya Islam di
Yatsrib, Madinah

Sejak terdengar
munculnya seseorang yang mengaku sebagai Rasul terakhir terdengar, sekelompok
orang dari Yatsrib datang menuju Makkah di musim haji (bulan Dzulhijjah). Mereka
adalah kelompok Abu Lubabah dan para sahabat-nya yang berjumlah 12 naqib
(perintis).

Mereka berniat untuk
membuktikan kabar tersebut, di mana mereka telah mendengar kabar tentang
kemunculan Rasul terakhir yang datang di tanah Arab ini, lewat para pendeta di
Yatsrib.

Setelah sampai di
Makkah, mereka akhirnya berhasil menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam
.

Di depan kelompok
itu, Rasulullah Saw membacakan Al-Qu’ran dan mengabarkan tentang Islam itu apa.
Mendengar Al-Qur’an yang sangat menakjubkan dan meyakini jika itu sengaja tak
dibuat-buat, mereka akhirnya yakin jika lelaki di depannya adalah seorang Rasul.
Tanpa keraguan, para penduduk Yatsrib ini pun beriman akan ajaran Tauhid ini.

Kemudian, mereka ini
melakukan ba’iat kepada Rasulullah Saw di sebuah bukit yang tak jauh dari kota
Makkah, bukit Aqabah. Dalam literasi Islam sendiri, hal ini tercatat sebagai Ba’iat
Aqabah Pertama.

Untuk mengetahui
lebih lengkap cerita tentang Ba’iat Aqabah Pertama, silahkan lihat di sini.

 

Setibanya di kampung
halaman, mereka juga ikut menyebarkan Islam kepada para penduduk Yatsrib. Sesuai
dengan petunjuk Rasulullah Saw, mereka juga melakukan dialog dan secara
terpisah mengajak orang-orang terdekatnya. Hal ini tentu saja dilakukan secara sembunyi-sembunyi,
agar tidak menimbulkan kecurigaan kepada para tokoh pemuka Yatsrib.

Untuk mengetahui
kisah awal mula masuknya Islam di tanah Madinah ini, silahkan lihat di sini.

 

Pada tahun
berikutnya, Islam mulai menyebar di perkampungan-perkampungan para penduduk
Yatsrib. Lalu, beberapa orang dari kelompok ini pun melakukan perjalanan
kembali menuju Makkah. Ya, mereka ingin melaporkan kesuksesan mereka kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta untuk mengirim seorang sahabat
senior, yang akan membimbing para penduduk Yatsrib.

Menanggapi
permintaan ini, Rasulullah Saw mengutus Mush’ab bin Umair, seorang sahabat yang
sangat lihai dalam bertutur kata, dan lembut perangainya. Tentu saja, dengan
perangai beliau tersebut, banyak penduduk Yatsrib yang sebelumnya masih keras kepala,
akan mau mendengarkan dakwah tentang Islam yang membawa kedamaian.

Untuk mengetahui kisah Mush’ab bin Umair yang sangat berjasa ini,
silahkan lihat di sini.

 

Setelah banyak penduduk Yatsrib yang menerima hidayah agama
Tauhid ini, para tokoh Yatsrib ini melakukan perjalanan ke Makkah, untuk
menemui idola yang menjadi ujung tombah agama samawi ini.

Dikisahkan, kelompok kedua yang datang ke Makkah untuk
menemui Rasulullah Saw adalah kelompok dari Sa’ad bin Muadz. Di dalam peristiwa
bersejarah ini, 73 muslim dan 2 muslimah menyatakan ikrar mereka kepada Rasul
akhir zaman ini.

Di sana, Abu Lubabah menjadi salah satu sahabat Anshor yang
menghadiri peristiwa hebat ini. Dalam tarikh Islam, peristiwa ini disebut sebagai
Ba’iat Aqabah Kedua. Karena, untuk kedua kalinya, Rasulullah Saw memba’iat para
sahabat Anshor di bukit Aqabah.

Untuk mengetahui lebih lengkap cerita tentang Ba’iat Aqabah Kedua,
silahkan lihat di sini.

 


Abu Lubabah dalam perjuangan Islam

Kisah saat hijrahnya para Muhajirin Makkah

Setelah terjadinya serangan terbuka pada kaum du’afa dan
budak, yang mulai mengarah pada tingkat pembunuhan, seperti halnya yang terjadi
pada keluarga Yasir, Rasulullah Saw akhirnya mendapat perintah untuk melakukan
Hijrah.

Dalam prosesnya, saat gelombang kelompok terbesar kaum
Muslim Makkah yang hijrah ke Yatsrib, kemudian disusul Rasulullah Saw dan Abu
Bakar, yang harus sembunyi dari kejaran kaum Quraisy.

Setelah sampai di Yatsrib, Rasulullah Saw langsung disambut
meriah oleh para penduduk Yatsrib. Dalam menyikapi kejadian ini, Allah Swt berfirman,

 

وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلْإِيمَٰنَ مِن قَبْلِهِمْ
يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِى صُدُورِهِمْ حَاجَةً
مِّمَّآ أُوتُوا۟ وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ
خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

 

“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan
telah beriman (kaum Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (kaum Muhajirin). Mereka
(kaum Anshor) mencintai orang yang berhijrah (kaum Muhajirin) kepada mereka. Dan
mereka (kaum Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka, terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka (kaum Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(kaum Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan
siapa yang dipelihara dari (sifat) kekikiran (di dalam) dirinya, mereka itulah
orang orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr: 9)

Tumbuh dan besar di daerah yang subur dan banyak terdapat
mata air, para penduduk Yatsrib dikelilingi oleh pepohonan dan tumbuh-tumbuhan
yang dapat dinikmati hewan dan manusia. Memang, dengan daerah yang seperti ini,
membuat pengaruh kuat terhadap karakter dan pemikiran para penduduk kota Yatsrib.

Mereka, kaum Anshor pada umumnya dikenal memiliki akhlak
yang luhur, pemaaf, berperasaan halus, dan suka berbuat baik pada sesamanya.

 

Kisah saat terjadinya Perang Badar

Tak lama setelah para Muhajirin dari Makkah tiba, pecahlah
Perang Badar antara kaum musyrikin Quraisy dan kaum Muslimin. Rasulullah Saw
tentu saja menyiapkan pasukannya untuk menghadang musuh, yang jumlahnya tiga
kali lebih banyak dari kaum Muslimin sendiri.

Akan tetapi, Rasulullah Saw tidak mengizinkan Abu Lubabah
ikut dalam perang ini.

Rasulullah Saw memerintahkan beliau untuk menjaga kota
Madinah, mewakili Nabi Saw yang berangkat menuju peperangan. Dengan patuh, Abu
Lubabah pun akhirnya mengubah haluannya, walaupun sebenarnya, beliau telah
menempuh perjalanan bersama dengan 313 pasukan Muslim ini.

Untuk mengetahui tentang kisah Abu Lubabah saat terjadinya Perang
Badar, silahkan lihat di sini.

 

Kisah saat terjadinya Perang Uhud

Beberapa tahun setelah terjadinya perang Badar, pasukan Muslimin
harus menghadapi musuh yang menyerbu dari Makkah. Tepatnya, di barat laut dari
kota Madinah, bukit Uhud. Di sini, Abu Lubabah mendampingi Rasulullah Saw di
barisan belakang.

Beliau senantiasa melindungi Rasulullah Saw bersama dengan
Sa’ad bin Muadz, yang masih saudara dengannya, Bani Aus. Bersama dengan para
sahabat lain, Abu Lubabah melindungi Rasulullah Saw dari serangan balik kaum
Quraisy.

Serangan ini didapatkan oleh kaum Quraisy, yang dipimpin
oleh Khalid bin Walid, tak kala para pemanah Muslimin terburu-buru untuk turun
dari bukit Uhud. Hal ini disebabkan, ghanimah atau harta rampasan perang
yang sengaja ditinggalkan oleh pasukan Quraisy.

 

Kisah saat terjadinya Perang Khandaq

Sama seperti pada saat perang Badar, Abu Lubabah mendapatkan
kesempatan yang mulia, untuk mewakili Rasulullah saw di Madinah. Saat itu, pasukan
aliansi yang berjumlah 10.000 tentara, sedang bergerak dan akan menyerang
Madinah.

Hal ini terbukti tepat, ketika Abu Lubabah yang menjadi pelindung
kota, mendengar kabar tentang serangan dari dari belakang pasukan Muslimin.

Ternyata, kaum Yahudi dari Bani Quraizhah yang seharusnya membantu
pasukan muslimin, malah berkhianat dan menyerang tokoh penting pasukan Muslimin
yang sedang pulang ke rumahnya. Hal ini tentu saja mendapat respon keras dari Rasulullah
Saw.

Walaupun sebenarnya, Rasulullah Saw dan pasukan Muslimin ingin
beristirahat sejenak setelah kemenangan di perang Khandaq, Allah Swt
memerintahkan malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu. Dalam perintahnya,
Allah Swt memerintahkan kepada Rasulullah Saw untuk segera menghadapi Bani
Quraizhah, yang menjadi duri dalam selimut.

 

Kisah saat terjadinya Perang Bani Quraizhah

Setelah Rasulullah Saw mendapatkan wahyu, pasukan Muslimin
langsung bergerak menuju benteng kaum Yahudi, Bani Quraizhah. Kali ini, Abu
Lubabah ikut bersama kekasihnya, Rasulullah Saw.

Kembali, kepemimpinan pada pemerintahan di Madinah,
diserahkan kepada Abdullah ibnu Ummi Maktum. Seorang sahabat yang terkenal akan
kebijakannya, hingga Rasulullah Saw pernah ditegur Allah Swt, karena beliau.

Untuk mengetahui tentang siapa dan kisah Abdullah ibnu Ummi
Maktum, yang membuat Rasulullah Saw ditegur Allah Swt, silahkan lihat di sini.

Sebagai permulaan, Rasulullah Saw mengutus satu kelompok delegasi
yang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib untuk menanyakan alasan, mengapa Bani
Quraizhah melanggar janji mereka.

Namun, bukan penyesalan atau minta maaf yang ditunjukkan Bani
Quraizhah, mereka malah menghina dan mengejek Ali dan para anggota delegasi
lainnya. Serta, mereka juga mulai mencaci-maki terhadap Rasulullah Saw dan
keluarga Beliau. Mereka bahkan mengatakan, jika Bani Quraizhah tidak perduli
akan Muhammad, dan tak pernah mengadakan perjanjian dengannya.

Sebagai tindakan balasan, Rasulullah Saw bersama para
sahabat mengepung benteng Bani Quraizhah selama 25 hari.

Dalam kurun waktu tersebut, Bani Quraizhah yang awalnya
sangat sombong dan menganggap jika pasukan Muslimin yang kelelahan sebagai rintangan
kecil, merasakan akibatnya. Pada minggu-minggu terakhir, mereka hidup dalam
kekurangan dan ketakutan, karena semangat juang pasukan Muslimin yang tak
kunjung turun.

Kemudian, mereka mengirim seorang utusan kepada Rasulullah Saw,
dam meminta Abu Lubabah untuk dikirimkan kepada mereka. Hal ini dikarenakan,
selain Bani Aus adalah sekutu mereka di masa lalu, Abu Lubabah adalah orang
yang paling lembut hatinya. Mereka berharap, dengan simpati dari Abu Lubabah,
mereka bisa mendapatkan keringanan hukuman dari Rasulullah Saw.

Untuk mengetahui kisah detail tentang Kisah Abu Lubabah yang
menyeru Bani Quraizah, silahkan lihat di sini.

 

Setelah itu, terjadi kesepakatan di antara Rasulullah Saw
dan Bani Quraizah, mengenai siapa yang akan menjatuhkan hal hukuman kepada Bani
Quraizah. Lalu, terpilihlah Sa’ad bin Muadz sebagai orang yang akan menjadi
hakim. Selain karena Sa’ad yang menjadi tokoh Bani Aus, beliau terkenal akan
lurusnya pekerti beliau, dan kebijakan beliau dalam memutuskan sesuatu.

Untuk mengetahui kisah detail tentang Kisah keputusan Sa’ad
bin Muadz terhadap Bani Quraizah, silahkan lihat di sini.

 

Kisah saat terjadinya Fathul Makkah

Setelah mendapatkan supremasi dari jazirah Arab, akhirnya
tiba saatnya bagi Rasulullah Saw dan kaum Muhajirin untuk mendapatkan kembali tanah
airnya, membebaskan kota suci itu dari berhala, dan menjadikan Ka’bah sebagai
tempat sakral dan mulia bagi manusia.

Dalam penaklukan kota Makkah atau Fathul Makkah ini, Abu
Lubabah memegang panji Bani Amru bin Auf. Beliau juga berada di sisi Rasulullah
Saw yang menaiki untanya, untuk memasuki kampung halaman yang sangat Beliau Saw
rindukan.

Di sini, Abu Lubabah menyaksikan banyaknya para penduduk Makkah
dan kabilah-kabilah Arab yang berkumpul di Makkah, yang secara
berbondong-bondong masuk ke dalam Islam.

 

 

Wafatnya Abu Lubabah

Tercatat, Abu Lubabah wafat pada masa pemerintahan Khalifah
Ali bin Abi Thalib. Namun, kami belum dapat menemukan, berapa umur beliau di
kala menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya. Begitu juga dengan di mana beliau
dimakamkan.

 

 

Kisah-kisah Abu Lubabah, sahabat yang hatinya sangat lembut

Kisah taubat dari Abu Lubabah

Dalam peristiwa Perang Bani Quraizhah ini, Abu Lubabah menjadi
salah satu orang yang dimintai tolong oleh para Yahudi dari Bani Quraizhah.
Mereka beranggapan, jika sekutu mereka yang berasal dari Bani Aus, harusnya
bisa menyelamatkan mereka dari hukuman Rasulullah Saw. Kemudian, mereka memilih
Abu Lubabah, yang telah terkenal dengan kelembutan hatinya, untuk membantu
mereka.

Kemudian, Abu Lubabah pergi ke benteng Bani Quraizhah untuk
mendengarkan permintaan mereka. Hal ini juga menjadi peristiwa yang sangat
penting bagi Abu Lubabah.

Ketika beliau sudah mendengarkan permintaan pemuka Bani
Quraizhah untuk membantu mereka keluar dari situasi sulit ini, beliau menatap
para penghianat ini dengan tajam. Lalu, beliau menggariskan jempol di lehernya,
dan mengatakan jika tiada ampunan bagi para penghianatan.

Setelah itu, beliau selalu dirundung mimpi buruk, dan merasa
sangat bersalah akan keputusan yang tak pernah disampaikan Rasulullah Saw
kepadanya.

Untuk mengetahui tentang kisah taubat dari Abu Lubabah, silahkan
lihat di sini.

 

Kisah Abu Lubabah dan sholat ‘ashar

Sudah diketahui, jika pada awal permulaan Islam, di mana
jumlah penduduk tak sebanyak sekarang, rumah-rumah yang terdiri di pinggiran kota
sangat jauh dari Masjid. Sehingga, hal ini juga mendapatkan perhatian dari Rasulullah
Saw.

Di antara para sahabat Nabi Saw itu, terdapat dua orang
sahabat yang rumahnya paling jauh dari masjid Nabawi. Yang pertama adalah Abu
Lubabah yang rumahnya terletak di Quba’. Dan kedua adalah rumah Abu Abbas bin
Jabriyah, yang tinggal di Qabilah Banu Haritsah.

Namun, keduanya selalu datang untuk shalat ‘ashar bersama
dengan Rasulullah saw, di Masjid Nabawi. Abu Lubabah memilih untuk shalat di
masjid Nabawi, yang jauh dari rumahnya. Padahal di daerah Quba’ sendiri, ada
masjid yang pertama kali di didirikan dalam Islam, masjid Quba’.

Hal ini juga menjadi Isyarah, jika diperbolehkannya memilih
tempat untuk melakukan sholat lima waktu.

 

 

Wallohu’alam

Leave a Comment