Mengapa Shahih Bukhari lebih unggul dari pada Shahih yang lain
Dari dulu, sudah sangat masyhur jika banyak hadist-hadist yang diakhiri dengan Hadist Riwayat Bukhari atau Hadist Riwayat Muslim, ataupun hadist-hadist lain yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majjah, dan Ahmad.
Namun, pernahkah kita berfikiran, andai kata ada 2 hadist yang sama. Satu diriwayatkan oleh Imam Muslim, dan yang lain diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Lalu, tentu saja yang akan dipilih untuk dijadikan sandaran ijtihat tentu hadist yang dari Imam Bukhari. Dengan kata lain, Shahih Bukhari lebih diunggulkan dari pada Shahih Muslim.
Sebelum lebih jauh, alangkah baiknya, jika kita bisa belajar mengenai sejarah para imam Hadist secara lebih detail dan mengenal lebih dalam para imam-imam Hadist, silahkan lihat di sini.
Lantas, mengapa yang hadist Imam Bukhari lebih unggul dan didahulukan dari pada Shahih yang lain?
Tingkatan riwayat hadist ditinjau dari penyusunnya
1. Imam Bukhari
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhari bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah. Beliau dilahirkan di Bukhara, Uzbekistan setelah Shalat Jumat, pada tanggal 13 Syawal 194 H/810 M.
Beliau wafat pada malam Sabtu selesai shalat Isya’, tepat pada malam Idul Fitri tahun 252 H/870 M dan dikebumikan di Khirtank, kampung yang tidak jauh dari Samarkand.
2. Imam Muslim
Beliau mempunyai nama lengkap Abul Husain Muslim bin Al Hajaj Al Qusyairy. Beliau dilahirkan di Nisabur, Iran tahun 204 H/820 M.
Beliau wafat pada hari Minggu, Rajab tahun 261 H/875 M dan dimakamkan pada hari Senin di Nisabur.
3. Imam Abu Dawud
Nama lengkap beliau adalah Abu Dawud Sulaiman bin Al Asy’ats bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amr bin Amran Al Azdi As Sijistani. Beliau dilahirkan di Sijistan (antara Iran dan Afganistan) pada 202 H/817 M.
Beliau tinggal dan menetap di Basra. Dan akhirnya, Beliau wafat di Basrah pada tahun 275 H/889 M dalam usia 73 tahun.
4. Imam Tirmidzi
Nama lengkap beliau adalah Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at Tirmidzi bin Musa bin Dahhak As Sulami Al Buqi. Beliau lahir di Termez, Tadzikistan pada bulan Dzulhijah 209 H/824 M.
Pada usia 70 tahun, beliau meninggal di tempat kelahirannya Termez pada akhir Rajab tahun 279 H/892 M.
5. Imam An-Nasa’i
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdir Rahman Ahmad bin Syu’aib an-Nasa’i bin Ali bin Bahr bin Sinan. Sedangkan, nama panggilan/kauniyah-nya adalah Abu Abdul Rahman An-Nasa’i. Beliau lahir di Nasa’, Khurasan 215 H/830 M.
An-Nasa’i meninggal dunia di kota Ramlah, Palestina dan dikuburkan di antara Shafa dan Marwah di Mekah pada hari Senin, 13 Safar tahun 303 H/915 M dalam usia 88 tahun.
6. Imam Ibnu Majjah
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qadziani Ar Raba’i Al Qazwani. Beliau lahir di Qazwin, Iran 209 H/824 M.
Ibnu Majah wafat di tempat kelahirannya Qazwin hari Selasa, tanggal 20 Ramadhan 273 H/18 Februari 887 M dalam usia 64 tahun.
7. Imam Ahmad
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah bin Muhammad bin Hanbal Al Marwazy. Dia adalah ulama hadits terkenal kelahiran Baghdad. Dia dilahirkan pada bulan Rabiul Awal, tahun 164 H/780 M.
Beliau pulang ke rahmatullah pada hari Jumat Rabiul Awal, 241 H/855 M di Baghdad. Dan beliau dikebumikan di Marwaz.
Tingkatan riwayat hadist ditinjau dari kesepakatan penyusunnya
1. Muttafaq ‘alaih
Hadist yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim. Atau juga “As Syaikhani” (kedua guru besar).
2. Imam Bukhari
3. Imam Muslim
4. Ats-Tsalatsah
Hadist yang disepakati oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan An-Nasa’i.
5. Al-Arba’ah
Hadist yang disepakati oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa`i, dan Ibnu Majah.
6. Al-Khamsah
Hadist yang disepakati oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa`i, Ibnu Majah, dan Ahmad.
Tingkatan riwayat hadist ditinjau dari cara penyusunannya
Syarat kesahihan suatu riwayat hadits adalah ketersambungan sanad antar perawi-nya, atau pun tidak ada kecacatan di dalam matan atau perawinya sendiri.
Jika disimpulkan adalah sebagai berikut:
1. Sanad antar perawi tidak terputus atau cacat
2. Perawi dengan pribadi yang shalih
3. Perawi yang terjaga kepribadiannya (‘adalah)
4. Perawi yang kuat hafalannya (dlabth)
5. Matan hadist tidak janggal (syadz)
6. Matan hadist tidak cela (‘illat)
Selain hal di atas, imam Bukhari juga mensyaratkan tsubutul liqa’ adalah keharusan para perawi untuk benar-benar saling bertemu/bertatap muka, sebagai kriteria ketersambungan sanad.
Pertimbangan dan Syarat ketat itulah yang menjadikan Shahih Bukhari lebih unggul dari pada Shahih, Sunan, atau Musnad yang lain. Karena, harus ada pertemuan langsung di antara perawinya.
Sedangkan para ulama hadist lain, membuka adanya kemungkinan bagi para perawi untuk bertemu secara masa/acara ramai dan tempat luas (imkaniyatul liqa’). Sehingga, itu juga dipandang sudah memenuhi syarat ketersambungan sanad.
Begitu pula di dalam Shahih Muslim, salah satu syarat yang dipertimbangkan ketat adalah, jika Imam Muslim lebih banyak menggunakan hadits-hadits yang disandarkan pada Nabi (marfu’) di dalam kitabnya. Sehingga, riwayat dalam kitab Shahih Muslim yang disandarkan pada sahabat (mauquf) maupun generasi setelahnya, jumlahnya hanya sedikit.
Itulah sebabnya, kenapa Shahih Muslim berada di bawah dari Shahih Bukhari, dan bisa berada di atas Sunan atau Musnad yang lain.
Keterangan:
Disebut Sunan, karena kitab ini mengandung hadits yang menyinggung masalah duniawi/mu’amalah.
Disebut Musnad, karena kitab ini melampirkan sanad-sanad lengkap dari hadist, tanpa menggunakan nama-nama julukan, gelar, dsb.
Wallohu’alam