Apakah dunia bisa mengalahkan akhirat?

Dunia dan Akhirat, Bekerja dan Belajar

Sesungguhnya Ajaran Islam menegaskan, perlunya keseimbangan antara aktivitas ibadah dan keduniaan. Tapi, banyak di antara kita yang masih timpang dalam melaksanakannya. 


Islam mengajarkan jika tugas manusia di bumi adalah sebagai khalifah di muka bumi. (Q.S Al-Baqarah : 30)


Tentu saja, itu tak cukup hanya dengan melakukan shalat, puasa, haji, atau ibadah formal lainnya.  


Namun mirisnya, pandangan yang memisahkan aktivitas keduniaan dan keakhiratan ini marak terjadi di zaman sekarang ini. Sehingga, menyebabkan lambatnya kemajuan umat Islam. 


Mereka… ingin mendapatkan kebahagiaan di akhirat, hanya menyibukkan diri dengan segala macam ibadah ubudiyah. Sedangkan mereka yang mengejar dunia, tak dianggap memberi kontribusi kepada tujuan hidupnya di akhirat nanti.  


Para inovator dalam berbisnis dan wirausaha, para ilmuwan yang menghabiskan hari-harinya dalam penelitian dan kajian, para politisi yang memperjuangkan segala kepentingan dan hak rakyat, para petani yang menghasilkan padi dan pangan lain, atau para pedagang yang menjual-belikan barang. 


Serta, profesi lain yang memiliki dampak kepada perbaikan hidup manusia, seolah-olah mereka semua tak memiliki nilai ukhrawi. Nilai yang baik untuk dianggap sepadan dengan ‘pahala’. 


Sementara, mereka yang hanya sibuk dengan ritual ibadah dan agama, merasa menjadi orang yang paling dekat dengan Allah. Walaupun, mereka tak memiliki dampak yang signifikan, terhadap kehidupan masyarakat dalam umumnya. 


Bahkan, ada segelintir orang yang  menjadikan agama untuk menggantungkan hidupnya, atau sumber penghasilan dari pemberian orang lain. 


Pernahkah kalian berfikir, ada sahabat bernama Abu Bakar as, Utsman bin Affan, dan ‘Amr bis Ash?

Mereka adalah saudagar kaya, sebelum dan sesudah memeluk agama islam.

Lalu, mengapa umat islam malah melarang Ahlu Ilmi untuk menjauhi harta dunia? Dan mengapa Ahlu Dunia enggan belajar Ilmu agama?

Sadarlah kawan…


Apabila aktivitas duniawi tersebut diberi nilai religius, maka akan ada energi besar yang diarahkan untuk melakukan hal-hal tersebut, karena diberi sentuhan ukhrawi. 


Bagi seorang Muslim, kebahagiaan akhirat adalah tujuan utama dalam kita menjalani hidup di dunia. 


Dengan demikian, energi yang dikerahkan untuk mencapai hal tersebut akan berlipat ganda. Entah itu lebih memfokuskan pada urusan Dunia, atau urusan Agama.


Dari situlah kita akan mengetahui tujuan manusia di muka bumi ini… menjadi khilafah.


Dengan cara, mampu memberi kontribusi yang lebih besar kepada umat seluruh manusia, atas persoalan-persoalan yang kini semakin kompleks.


“kalau mau menunda belajar
lantas, tahukah kamu?
bisakah kamu mati dalam keadaan bodoh?”




harta‬ bisa di cari, namun tak menjamin menenangkan hati
ilmu, bisa menenangkan hati bila di amalkan sepenuh hati.
entah itu dunia atau akhirat.

semua dapat dilakukan.
walau harta tak mencukupi.


Sumber: 
https://www.nu.or.id/post/read/101670/mengejar-kesejahteraan-di-dunia-dan-kebahagiaan-di-akhirat

Leave a Comment