As’ad bin Zurarah
As’ad bin Zurarah – Dalam kitab Siyar A’lam al-Nubala dijelaskan, As’ad bin
Zurarah adalah putra pasangan Zurarah bin ‘Udas bin ‘Ubaid dan Su’ad
al-Furai’ah binti Rafi’ bin Mu’awiyah. Beliau memiliki nama julukan Abu Umamah,
dan berasal dari suku Khazraj.
Ibunya adalah bibi dari Sa’ad bin Mu’adz. Sa’ad sendiri
adalah tokoh terkemuka dari Bani Aus dan setelah masuk islam, beliau gugur
setelah memberi keputusan terhadap Bani Quraizhah.
Ayahnya adalah tokoh yang disegani dari Bani al-Najjar, yang
kemudian pengaruhnya turun kepada As’ad. Atau bahkan, pengaruh As’ad lebih
besar dibanding ayahnya.
As’ad menikah dengan perempuan bernama ‘Umairah binti Sahal
bin Tsa’labah. Istrinya sama-sama dari kalangan Bani al-Najjar. Dari pernikahan
ini, As’ad memiliki tiga orang anak. Yaitu, Habibah, Kabsyah, al-Furai’ah.
Semuanya masuk Islam bersama As’ad.
Menurut keterangan di kitab al-Thabaqat al-Kubra, sama
seperti Rasulullah Saw, As’ad bin Zurarah tidak memiliki anak laki-laki yang
hidup sampai berumur dewasa.
Kisah As’ad bin Zurarah Masuk Islam
Di dalam kitab al-Thabaqat al-Kubra karya Muhammad bin Sa’ad
al-Baghdadi, atau populer dengan nama Ibnu Sa’ad diceritakan,
Saat itu, As’ad bin Zurarah pergi meninggalkan Madinah
bersama sahabatnya, Dzakwan bin Abdul Qais. Keduanya berangkat menuju Makkah
dengan pikiran kusut, di musim haji (Dzulhijjah). Sebab, mereka tengah
disibukkan dengan konflik di antara dua kabilah Yatsrib; Bani Aus dan Bani
Khazraj.
Keduanya lalu menujua rumah Utbah ibn Rabi’ah, sahabat dari
As’ad ibn Zurarah.
As’ad ingin meminta bantuan Utbah, untuk menyelesaikan itu. Namun,
Utbah berkata,
“Hari ini, kami menghadapi sebuah masalah baru yang telah
menyita waktu kami. Sehingga, kami tidak memiliki kemampuan untuk menolong
kalian.”
As’ad kemudian bertanya, “Apa masalah kalian? Bukankah kalian
hidup di tempat yang aman?”
Utbah menjawab, “Seorang lelaki telah muncul di tengah kami,
yang mengaku sebagai utusan Allah. Dia menyebut kami tidak menggunakan akal,
melecehkan para tuhan dan berhala kami. Masyarakat kami terpecah-belah, dan
pemuda kami menjadi rusak.”
As’ad dengan heran kembali bertanya, “Dari kabilah mana ia
berasal?”
Utbah melanjutkan, “Dia putra dari Abdullah ibn Abdul-Mutthalib,
dan kebetulan dari sebuah keluarga terpandang. Dia sekarang pergi ke Masjidil
Haram. Jika engkau ingin ke sana, jangan dengarkan ucapannya dan jangan berdialog
satu kata pun dengannya. Karena, dia adalah penyihir yang ahli.”
“Aku harus ke sana, karena aku sudah berihram dan akan
melakukan thawaf di Ka’bah,” ujar As’ad.
Utbah lalu menimpali, “Kalau begitu, letakkan sedikit kapas
di telingamu, sehingga ucapannya tidak terdengar olehmu.”
Selanjutnya, As’ad bin Zurarah dan Dzakwan bin Abdul Qais pergi
untuk bertemu dengan rombongannya, yang akan melakukan berihram dan thawaf.
“Kita harus segera menyelesaikan perselisihan ini!” keluh
Dzakwan di samping As’ad.
Abu Umamah hanya mengangguk dan mengiyakan perkataan
sahabatnya. Namun di tengah jalan, mereka bertemu dengan orang-orang yang akan
meninggalkan Makkah.
Percakapan orang-orang itu mengatakan sesuatu yang menarik
perhatian keduanya, “Ada seorang bernama Muhammad di Makkah. Kata-katanya bijak,
dan perilakunya amat santun.”
Abu Umamah dan Dzakwan saling pandang, merasakan apa yang
diucapkan Utbah ibn Rabi’ah sangat berbanding terbalik dengan apa yang
dikatakan sekelompok orang itu. Rasa penasaran mendadak memenuhi hati mereka.
Kini, keduanya bergegas mempercepat unta mereka untuk segera tiba di Ka’bah.
Urusan dengan Utbah tampak tidak begitu penting lagi.
Lalu, As’ad ibn Zurarah memasuki Kawasan Masjidil Haram
dengan kelompoknya. Dan ia menyumpal kedua telinganya dengan kapas. Kemudian, mereka
memulai thawaf di sekitar Ka’bah.
Saat itu, As’ad menyaksikan Muhammad Saw di samping Ka’bah,
bersama sekelompok orang yang sedang mendengarkan ucapannya. As’ad melirik
sekilas, dan cepat-cepat berlalu.
Pada putaran kedua, As’ad bergumam di dalam hatinya, ‘Tidak
ada orang yang lebih bodoh dariku (merasa menyesal). Bagaimana mungkin sebuah
cerita penting sedang diperbincangkan di Mekkah, sementara aku tidak tahu
apa-apa tentangnya?”
As’ad kemudian menyingkirkan kapas dari telinganya, dan
duduk di sekitar lelaki yang mengaku sebagai utusan Allah itu, untuk
mendengarkan ucapannya.
Di sana, dia tidak menemukan apa yang disebut dengan sihir
atau sulap. Apa yang ia dengar adalah cahaya yang menerangi hatinya, dan petunjuka
yang diterima oleh akalnya. As’ad datang mendekat dan bertanya, “Kemana engkau
mengajak kami?”
Muhammad Saw dengan tenang berkata, “Aku mengajak kalian
pada tauhid, dan aku adalah utusan Allah.”
Nabi Muhammad Saw lalu membacakan surat al-An’am ayat 151
sampai 153.
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا
تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلَا تَقْتُلُوا
أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلَا تَقْرَبُوا
الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي
حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ
تَعْقِلُونَ (151) وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ
بِالْقِسْطِ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا
وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (152) وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا
فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Katakanlah (Muhammad): ‘Marilah aku bacakan apa yang
diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu. Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan Dia
dengan sesuatu, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak-mu, dan
janganlah kamu membunuh anak-anakmu, karena takut kemiskinan.
Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka. Dan
janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang nampak di
antaranya, maupun yang tersembunyi. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar’.
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kalian memahami
(nya). (151)
Dan janganlah kalian dekati harta anak yatim, kecuali dengan
cara yang lebih bermanfa`at, hingga sampai ia (menjadi) dewasa. Dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan (dagang) dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada seseorang, melainkan sekedar kesanggupannya. Dan
apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil, meskipun ia adalah
kerabat (mu), dan penuhilah janji (atas nama) Allah. (152)
Yang demikian itu (adalah yang) diperintahkan Allah kepadamu
agar kalian ingat, dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang
lurus, maka ikutilah dia (Muhammad). Dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan
(yang lain), karena jalan-jalan itu menyesatkanmu dari jalan-Nya. Yang demikian
itu diperintahkan Allah kepadamu, agar kamu bertakwa.” (153)
As’ad bin Zurarah terpesona oleh lantunan ayat-ayat Al-Quran
tersebut. Karena ia menyadari, jika tiada seorang pun yang bisa membuat syair
seperti itu. Sehingga ia yakin, jika itu memang benar firman dari Allah.
Hatinya terguncang, dan ia berteriak, “La ilaha illallah
Muhammadur rasulullah (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku
bersaksi Muhammad adalah utusan Allah).”
Tak hanya As’ad bin Zurarah, semua anggota dari kelompoknya
juga merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan Abu Umamah. Di akhir
pertemuan itu, keduanya memeluk Islam.
Begitu memeluk Islam, Abu Umamah bersama dua sahabat
lainnya; Ammara bin Hazam dan Auf bin Afra juga sudah memeluk Islam.
Kisah awal mula masuknya Islam di Yatsrib, Madinah
Kemudian, sekelompok orang itu langsung bertindak. Setelah
pulang ke kampung halamannya, mereka mulai berdakwah dengan keluarga dekat dan
sahabatnya. Hingga akhirnya, banyak penduduk Yatsrib memeluk agama Tauhid ini.
Karena mereka menyadari, jika perkataan itu (Al-Qur’an) bukanlah Syair yang
diciptakan oleh manusia.
Untuk mengetahui kisah awal mula masuknya Islam di tanah
Madinah, silahkan lihat di sini.
Peran As’ad bin Zurarah, setelah masuk Islam
Perlu diketahui, jika peran As’ad bin Zurarah di dalam
perkembangan Islam di tanah Madinah sangatlah penting. Walaupun beliau hanya
memberikan goretan kecil dalam sejarah awal Islam, namun dampaknya sangat
besar.
Namun sebelum itu terjadi, semalam sebelum kembali ke
kampung halamannya, Abu Umamah dan kelompoknya melakukan Ba’iat kepada
Rasulullah Saw di bukit Aqabah. Kejadian ini menjadi sangat penting dalam
tonggak perjalanan Islam di kota Yatsrib. Sehingga, para ahli sejarah
mengatakan, jika kejadian ini disebut Ba’iat Aqabah Pertama.
Untuk mengetahui kisah Ba’iat Aqabah Pertama, silahkan lihat
di sini.
Di tahun berikutnya, dengan banyaknya pertambahan penduduk
yang memeluk Islam, para pelopor Yatsrib ini pun meminta kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk mengirim seorang sahabat senior, untuk membimbing
mereka.
Tentu saja, Rasulullah Saw menanggapi permintaan ini dengan
bahagia. Kemudian, Beliau Saw mengirim Mush’ab bin Umair. Dengan diutusnya
Mush’ab, perkembangan Islam dari Sa’ad bin Muadz dan tokoh-tokoh Yatsrib
lainnya akhirnya dimulai.
Untuk mengetahui kisah Mush’ab bin Umair, silahkan lihat disini.
Di tahun ini pula, peristiwa Ba’iat Aqabah Kedua terjadi. Setelah
para pembesar Bani Aus dan Bani Khazraj mulai masuk Islam. Kemudian, mereka
berangkat menuju Makkah, untuk menemui Rasulullah Saw.
Pada malam harinya, para sahabat yang berjumlah total 73 muslim
dan 2 muslimah, menuju ke bukit Aqabah. Di sana, mereka berbai’at kepada
Rasulullah Saw.
Dengan para sahabat berpengaruh dari Bani Aus dan Bani
Khazraj yang masuk Islam, maka pintu tegaknya pemerintahan Islam pertama,
dimulai.
Untuk melihat lebih jelas tentang peristiwa
Ba’iat ‘Aqabah Kedua, silahkan lihat di sini.
Wafatnya As’ad bin Zurarah
Dalam kitab al-Thabaqat al-Kubra diceritakan, As’ad bin
Zurarah wafat sekitar sembilan bulan pasca Rasulullah Saw hijrah ke Madinah,
atau pada tahun 1 Hijriyah.
Saat itu, Abu Umamah jatuh sakit. Orang-orang Yahudi berkata,
dengan nada mengejek,
“Jika Muhammad benar… niscaya, sakit As’ad akan segera
lenyap.”
Mendengar ucapan itu, Rasulullah Saw bersabda,
“Semoga Allah mencelakakan orang-orang Yahudi yang
mengucapkan, mengapa aku tidak mencegah penyakitnya (As’ad bin Zurarah). Padahal,
aku tidak mempunyai kekuasaan atas hal itu, bahkan terhadap diriku sendiri.”
Ketika As’ad meninggal, Bani Najjar berkata,
“Pemimpin kami telah meninggal. Angkatlah untuk kami,
seorang pemimpin yang lain, wahai Rasulullah.”
Rasulullah Saw menjawab, “Aku lah pemimpin kalian.”
Di dalam riwayat lain, Abu Umamah berpulang ke sisi Allah
Swt, pada saat masjid Nabawi tengah dibangun. Beliau meninggal dunia, karena
menderita sakit tenggorokan (dipteria) atau batuk.
Ibnu Ishaq menuturkan, Abdullah bin Abu Bakr bin Muhammad
bin Amr bin Hazm berkata kepadaku dari Yahya bin Abdullah bin Abdurrahman bin
As’ad bin Zurarah, bahwa Rasulullah Saw bersabda,
“Sungguh, alangkah beruntungnya mayit Abu Umamah.”
Orang-orang Yahudi dan munafik berkata, “Jika Ia
(Rasulullah) benar-benar seorang Nabi, sahabatnya pasti tidak akan mati.”
Rasulullah Saw bersabda lebih lanjut, “Aku tidak memiliki
kekuatan dari Allah, untuk diriku dan sahabatku (guna menepis kematian).”
Juga pada saat As’ad bin Zurarah meninggal dunia,
orang-orang dari Bani An-Najjar menghadap Rasulullah Saw. Mereka berkata,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang Abu Umamah As’ad bin
Zurarah ini memiliki kedudukan di kalangan kami, seperti yang telah engkau
ketahui. Oleh karena itu, carilah orang lain yang bisa menggantikan
kedudukannya dan mengatur urusan kami, sebagaimana Abu Umamah As’ad bin Zurarah
mengatur urusan kami.”
Rasulullah Saw bersabda,
“Kalian adalah paman-pamanku, dan aku adalah naqib (pengganti)
bagi kalian.”
Di dalam riwayat lainnya lagi diceritakan,
Pada musim semi 623 M, As’ad bin Zurarah menderita penyakit,
mirip dengan difteri atau meningitis. Hal ini menyebabkan tenggorokannya
berdetak. Rasulullah Saw mengunjunginya dalam keadaan sakit, dan berkata,
“Ini adalah kematian yang jahat (di waktu pandemi)!
Orang-orang Yahudi mengatakan, tidak ada pertahanan untuk melawannya.”
Beliau Saw menasihati bagian tubuh As’ad yang terinfeksi untuk
dibakar. Jenazah As’ad dibakar dua kali di vena lengan medial dan dua kali di
tenggorokannya, dan lehernya dilingkari dengan kauterisasi/perban tebal.
As’ad meninggal dalam beberapa hari, pada awal Syawal, bulan
April 623 M.
Rasulullah Saw menghadiri ritual pemandian As’ad. Dan Beliau
Saw membungkusnya dengan tiga pakaian. Beliau Saw berjalan di depan rombongan,
dan melakukan doa di pemakaman Al-Baqi’.
Dikatakan, jika As’ad bin Zurarah menjadi orang Anshar
pertama yang dishalatkan Rasulullah Saw di Masjid Nabawi dan dimakaman di Al-Baqi’.
As’ad meninggalkan ibunya, tiga anak perempuan, seorang bibi,
dan beberapa perhiasan emas dan Mutiara, yang berada dalam perawatan Nabi Muhammad
Saw. kemudian, Beliau Saw juga mengatur pernikahan untuk putri As’ad.
Dalam riwayatnya, banyak diceritakan keutamaan-keutamaan dari
As’ad bin Zurarah. Beliau juga merupakan sahabat yang pertama-tama masuk islam,
dari golongan Anshar. Sehingga, perkataan para Yahudi dan Munafik tentang
kematian As’ad yang menjadi tanda atas ketidak-mampuan Rasulullah Saw untuk
melindungi sahabatnya, terasa salah.
Untuk melihat kisah-kisah keutamaan As’ad bin Zurarah,
silahkan lihat di sini.
Untuk memperkuat hal ini juga, Allah Swt berfirman, keutamaan
As’ad bin Zurarah yang tergolong sebagai kelompok terdahulu dalam Islam, yang
dinyatakan Allah dalam kitab suci-Nya:
“Orang-orang yang terdahulu, lagi yang pertama-tama [masuk
Islam] di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, (maka) Allah ridha kepada mereka dan mereka pun
ridha kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai (lain). Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Itulah kemenangan yang besar.” (QS.at-Taubah:100)
Wallohu’alam
Referensi:
-Sirah Nabawiyah, perjalanan lengkap Kehidupan Rasulullah
-Asy Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani