Diamku, untuk mengajarimu dan mengerti diriku

Diamku, adalah caraku mencintaimu

Mata ini tetap terbuka
Telinga ini tetap mendengar
Hidung ini tetap bernafas
Namun, Mulut ini akan terkunci

Tak kala semua menghitam
Tak kala semua padam
Tak kala amarah meraja
Tak kala hati merana

Bukannya tak mau berkata
Bukannya tak mau bersua

Namun, diam adalah jawabannya
Namun, keheningan adalah kesimpulannya

—-

Terkadang, lelaki lebih memilih diam seribu bahasa.
Tak menjelaskan selain dalam bahasa kehampaan.
Terkadang, lelaki lebih memilih diam seribu bahasa.
Tak menjelaskan selain dengan keheningan dan tatapan.

Lelaki tak berucap beberapa kata.
Bersikap pun berbeda dari yang biasa.
Mungkin engkau tahu mengapa.
Namun, engkau terkadang mengabaikannya.

Andai engkau tahu…
Andai engkau merasa…

Kasih, dengarkanlah kata…
Dalam diam dan nestafa…
Kasih, pandanglah seksama…
Dalam kesadaran dan suka…

Semua…
Karena…

Aku percaya kamu bisa
Bisa memecahkan segalanya
Segalanya, segala masalah yang ada
Ada jalan yang akan terbuka

Andai engkau mengira aku marah
Tentu…

Andai engkau mengira aku cuek
Tentu…

Andai engkau mengira aku tak peduli
Tentu…

Andai engkau mengira aku tak suka
Tentu…

Karena…
Aku juga manusia.
Punya rasa suka
Punya rasa cemburu
Aku juga manusia.

Namun, marahku bukan karena membencimu.
Aku hanya ingin mengajarimu.

“Hidupmu tak selamanya baik.
Namun, kamu bisa membuatnya menjadi baik.
Tentu dengan cara yang baik.
Agar engkau menjadi wanita terbaik.”

Leave a Comment