Ardiansyah merupakan orang yang sangat rajin sholat fardhu
berjamaah. Disamping Ardi santri tulen yang rajin berjamaah, jarak rumahnya yang
dekat dengan masjid membuatnya selalu melangkahkan kaki untuk pergi ke masjid setiap
waktu sholat tiba.
Pada suatu hari tepatnya di waktu dzuhur, Ardi sangat
kelelahan dan terbangun setelah sholat berjamaah di masjid telah usai. Karena sudah
menjadi kebiasaannya selalu berjamaah, hatinya merasa gelisah dan tidak tenang
bila menunaikan sholat fardhu sendirian. Walaupun sholat jamaah di masjid telah
usai, ia tetap bergegas untuk pergi ke masjid dan berharap masih ada orang yang
masih belum sholat untuk diajak berjamaah bersamanya.
Sesampainya Ardi di masjid ternyata yang tersisa tinggal
orang yang sedang sholat sunnah ba’diyah (sesudah) dzuhur. Apa yang
harus Ardi lakukan, sholat fardhu dengan makmum kepada imam yang sholat sunnah
atau sholat sendirian?
Dari kasuistik atau kejadian yang dialami Ardi, ada
beberapa hukum yang perlu dibahas.
1. Bagaimana hukum sholat fardhu makmum kepada
orang yang sholat sunnah?
Di dalam kitab
al-Umm, imam syafii berpendapat dalam ibarah (redaksi) :
وإذا صلى الامام نافلة فائتم به رجل في وقت يجوز له
فيه أن يصلى على الانفراد فريضة ونوى الفريضة فهى له فريضة كما إذا صلى الامام
فريضة ونوى المأموم نافلة كانت للمأموم نافلة لا يختلف ذلك وهكذا إن أدرك الامام
في العصر وقد فاتته الظهر فنوى بصلاته الظهر كانت له ظهرا ويصلى بعدها العصر (ج 1ص
191 الأم للشافعي، دار الفكر).
“Apabila imam menunaikan shalat sunnah, lalu kemudian datang seseorang bermakmum
kepadanya ketika itu, maka boleh baginya (si makmum) berniat dengan niatnya sendiri yaitu niat shalat fardhu. Makmum tersebut mendapatkan
niat shalat fardhu. Begitu juga ketika imam melaksanakan shalat fardhu,
lalu makmum berniat shalat sunnah, maka makmum mendapatkan niatnya sholat sunnah. Tidaklah bermasalah adanya perbedaan niat.
Begitu pula ketika makmum mendapati imam melaksanakan shalat Ashar,
namun ia belum sholat dzuhur
(qada’), maka ia boleh
berniat shalat dzuhur di belakang imam yang melaksanakan shalat
Ashar kemudian setelah itu ia melaksanakan shalat Ashar. ”
Dari penjelasan
diatas, menurut Imam Syafi’i boleh, tidak masalah dan sholatnya sah. Bukan hanya sholat fardhu makmum kepada imam yang sholat
sunnah, bahkan sholat qadha’ pun boleh boleh bermakmum dengan yang ada’
(sholat pada waktunya).
Pada halaman
sebelumnya, Imam Syafii berpendapat bahwa :
وإذا لم تفسد صلاة المأموم بفساد صلاة الامام كانت
نية الامام إذا خالفت نيه المأموم أولى أن لا تفسد عليه (ج 1ص 191 الأم للشافعي، دار الفكر).
“Jika shalat
imam batal, shalat ma’mum tidaklah batal. Maka demikian pula jika niat imam
berbeda dengan niat ma’mum, itu tidak masalah.”
2. Manakah yang
lebih utama antara sholat fardhu sendiri atau bermakmum kepada
orang yang sholat sunnah?
Dalam kitab Busyr
al-Kariim, Syekh Sa’id bin Muhammad Ba ‘Ali Ba’Isyn
ad-Da’uni al-Hadhromi as-Syafi’i menulis dengan ‘ibarah (redaksi) :
(و) يصح (القضاء خلف) مصلي (الأداء وعكسه،
والفرض خلف) مصلي (النفل وعكسه)؛ لاتفاق النظم في الجميع، والانفراد هنا أفضل؛
خروجاً من الخلاف؛ لأنه -وإن كان ضعيفاً ولم يقتض الكراهة- يؤثر نقصاً في الصلاة،
فالصلاة منفرداً -من حيث كونها متفقاً على صحتها- أفضل منها جماعة مع وجود الخلاف
فيها (بشري الكريم ج 1 ص 129، الحرمين)
“Sah orang yang
yang sholat qadha’ bermakmum kepada imam ada’ (sholat pada
waktunya) atau sebaliknya, sah pula orang yang sholat fardhu bermakmum kepada imam
yang sholat sunnah begitu juga sebaliknya. Mayoritas ulama bersepakat bahwa
sholat sendiri dalam hal ini lebih baik, keluar dari khilaf. Karena jika cara
sholat demikian itu status hukumnya lemah, maka tidak akan sampai makruh dan
hal tersebut akan mempengaruhi ketidaksempurnaan sholat. Sedangkan sholat sendirian
hukumnya sah dan itu disepakati oleh ulama itu lebih baik daripada sholat
berjamaah yang status hukumnya masih ada khilaf (perbedaan pendapat).”
Dari beberapa redaksi penjelasan
diatas, bila kita terapkan pada permasalahan Ardianysah ada dua pendapat yang
dapat dipilih :
Pertama, Ardiansyah boleh makmum kepada
imam yang sholat sunnah dan hukumnya sah meskipun masih terdapat khilaf.
Kedua, Ardiansyah sholat munfarid
(sendirian) mengikuti pendapat yang lebih afshah dan lebih disepakati
oleh ulama.
Wallahu A’lam