Cerita si miskin dan si kaya
Dalam kitab 1001 Kisah Teladan, Tanbihul Ghofilin ada sebuah kisah yang sangat menarik, di mana kebanyakan orang di zaman sekarang sangat melupakannya. Kisah tentang si kaya dan si miskin, yang mengadu pada Nabi Musa as.
Dikisahkan, Nabi Musa as memiliki ummat yangg jumlahnya sangat banyak dan umur mereka sangat panjang. Mereka ada yang menjadi orang kaya, dan ada juga yang menjadi orang miskin.
Suatu hari, ada orang miskin yang datang menghadap Nabi Musa as. Dia begitu miskinnya, hingga pakaiannya compang-camping dan sangat lusuh, hingga berdebu.
Si miskin itu kemudian berkata kepada Nabi Musa as,
“Ya Nabiullah, Kalamullah, tolong sampaikan kepada Allah swt permohonanku ini. Aku ingin agar Allah swt menjadikanku orang yang kaya.”
Nabi Musa as tersenyum dan berkata kepada orang itu,
“Saudaraku, banyak-banyaklah kamu bersyukur kepada Allah swt.”
Si miskin itu agak terkejut dan kesal, (karena merasa tersinggung) lalu dia berkata,
“Bagaimana aku mau banyak bersyukur? Aku makan pun jarang, dan pakaian yang aku gunakan pun, hanya satu lembar ini saja!”
Akhirnya, si miskin itu pulang tanpa mendapatkan apa yang diinginkannya.
Beberapa waktu kemudian, seorang saudagar kaya datang menghadap Nabi Musa as. Orang tersebut bersih badannya, juga rapi pakaiannya.
Si kaya itu berkata kepada Nabi Musa as,
“Wahai Nabiullah, tolong sampaikan kepada Allah swt permohonanku ini, agar dijadikannya diriku ini menjadi seseorang yang miskin. Terkadang, aku merasa terganggu dengan hartaku itu.”
Nabi Musa as pun tersenyum, lalu beliau berkata,
“Wahai saudaraku, janganlah kamu bersyukur kepada Allah swt.”
“Ya Nabiullah, bagaimana aku tak bersyukur kepada Alah swt? Allah swt telah memberiku mata yang dengannya, aku dapat melihat. Telinga yang dengannya, aku dapat mendengar. Allah swt telah memberiku tangan yang dengannya, aku dapat bekerja. Dan Dia telah memberiku kaki yang dengannya, aku dapat berjalan. Lantas, bagaimana mungkin aku tidak mensyukurinya?” jawab si kaya itu.
Akhirnya, si kaya itu pun pulang ke rumahnya.
Dikisahkan, setelah beberapa waktu berlalu, si kaya itu semakin bertambah kekayaannya. Allah swt melipat gandakan rezeky-Nya, karena dia selalu bersyukur.
Dan si miskin, menjadi bertambah miskin. Allah swt mengambil semua kenikmatan-Nya. Sehingga, si miskin itu tidak memiliki selembar pakaian pun yang melekat di tubuhnya. Ini semua karena dia tidak mau bersyukur kepada Allah swt.
——–
Kajian
Pelajaran yang kita petik dalam kisah ini tentu beragam banyaknya. Namun, ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan tentang kisah ini.
1. Bersukur
Sebagai seorang muslim, tentu bersyukur kepada Allah swt merupakan hal yang wajib kita lakukan. Terlebih lagi, andai kita memiliki harta yang melimpah. Namun, andai kita dalam kondisi yang ‘tidak baik’, maka kita juga harus tetap bersyukur kepada Allah swt.
Mengapa?
Percaya atau tidak, ketenangan hati dalam kehidupan ini memiliki banyak sekali manfaat. Nah, salah satu cara agar mendapatkan ketenangan hati itu adalah dengan kesadaran, jika semua yang kita miliki atau semua yang terjadi adalah karena Takdir dari Allah swt.
Sehingga, bersyukur kala sempit atau lapang, sangat dianjurkan.
Andai kala, kita hidup terus menerus kekurangan harta. Lantas, apakah kita bisa mengeluh?
Kawan…
Mengeluh itu wajar, yang tak boleh adalah, kamu mengeluh namun tak pernah bersyukur.
Andai dirimu tak bisa bersyukur, tentunya dirimu tak akan pernah mendapatkan ketenangan hati, layaknya si miskin dalam kisah di atas. Sehingga, dirimu akan semakin tenggelam dalam himpitan dunia ini.
Bersyukurlah!
2. Sifat Optimis
Cermatilah perkataan si miskin.
“Bagaimana aku mau banyak bersyukur? Aku makan pun jarang, dan pakaian yang aku gunakan pun, hanya satu lembar ini saja!”
Selain mengeluh, si miskin ini juga penuh dengan sifat negatif.
Percaya atau tidak, sikap negatif (entah itu mengeluh, iri hati, dengki, dll) akan membuat otak kreatif-mu akan mati secara perlahan. Andai kamu terus menjadi budak sifat negatif, percayalah kamu tak akan pernah berkembang ke arah yang lebih baik.
Hal ini tentu berberda dengan sikap si kaya. Dia bisa mencari pembenaran dalam dirinya agar bisa bersikap optimis.
Namun, apakah dia puas dengan kekayaannya itu?
Jawabannya tidak.
Simak kalimatnya,
“Wahai Nabiullah, tolong sampaikan kepada Allah swt permohonanku ini, agar dijadikannya diriku ini menjadi seseorang yang miskin. Terkadang, aku merasa terganggu dengan hartaku itu.”
Apakah dengan ini dia menjadi kufur nikmat?
Tentu tidak, dia hanya merasa tak nyaman dengan harta yang semakin banyak. Dia merasa khawatir akan keselamatan dirinya sendiri, andai dia terlena menikmati harta yang banyak itu.
Percaya atau tidak, kebanyakan orang-orang yang berharta, sedikit memiliki pemahaman terhadap agamanya.
Andai dirimu memahami perbedaan antara orang kaya yang terlena dengan hartanya, dan orang kaya yang tak terlena oleh hartanya. Tentunya, dirimu akan tahu bagaimana perbedaan kehidupan dan cara pandang kedua tipe orang tersebut.
Wallohu’alam