Sa’ad bin Muadz, tokoh pemuka Bani Aus
Sa’ad bin Muadz – Sa’ad bin Muadz adalah salah satu sahabat Rasulullah Saw
yang punya banyak andil dan jasa, terhadap perkembangan Islam di awal-awal
perkembangannya. Dengan kedudukan beliau di tengah Bani Aus, hal ini
menyebabkan banyak di antara kaumnya, yang menerima Islam. Bahkan juga
disebutkan, jika beliau adalah salah satu dari 73 sahabat yang berbaiat di
bukit ‘Aqobah. Peristiwa ini diabadikan dalam literasi Islam sebagai Ba’iat
‘Aqobah Kedua.
Setelah berbaiat kepada Rasulullah Saw, Sa’ad dan para
sahabat Ansor lainnya mulai mengajarkan para penduduk tentang agama Islam.
Hingga pada saat-saat Rasulullah Saw hijrah dari Makkah, beliau termasuk orang
yang melindungi Nabi Saw dari tipu daya kaum Yahudi Yastrib.
Untuk mengetahui kisah kehidupan Sa’ad bin Muadz, silahkan
lihat di sini.
Atau, jika kamu ingin melihat tentang kisah masuknya Sa’ad
bin Muadz ke dalam Islam, silahkan lihat di sini.
Kisah Sa’ad bin Muadz di dalam medan perang
Saat Rasulullah Saw harus berperang melawan kaum Quraisy di
Badar, Sa’ad bin Muadz yang mewakili kaum Anshar, memberikan sikap dan dukungan
yang tegas kepada Beliau Saw. Bahkan, beliau siap untuk menjadi tameng Nabi
Saw, dan berdiri di samping kekasihnya tersebut.
Bahkan dalam Perang Uhud yang bergejolak, kaum Quraisy
berhasil membalikkan medan perang yang sebelumnya dimenangkan kaum Muslimin.
Hal ini disebabkan karena para pemanah yang tergiur akan ghanimah (rampasan
perang), yang sengaja ditinggalkan kaum Quraisy. Di keadaan genting tersebut, Sa’ad
tetap berdiri tegak di samping Rasulullah Saw, untuk melindungi Beliau Saw dari
serangan musuh.
Di dalam perang Khandaq sendiri, Sa’ad bin Muadz turut serta
mempertahankan Madinah mati-matian, bersama dengan para sahabat yang lain. Bahkan,
beliau harus terluka parah, terkena panah Hibban bin Al-Qais Al-Araqah. Sehingga,
beliau tak bisa lagi berdiri dengan tegak, dan mengangkat senjata beliau.
Kemudian, Rasulullah Saw memerintahkan kepada para sahabat,
untuk merawat Sa’ad di kemah Rufaidhah (di dekat pelataran Masjid Nabawi), agar
memudahkan Beliau Saw untuk menjenguknya.
Dalam kitab Fathul Bari, Aisyah radhiyallahu anha
meriwayatkan,
“Sa’ad bin Muadz terkena lemparan anak panah pada urat nadi tangannya,
oleh seorang Quraisy yang bernama Hibban bin al-Ariqah (Hibban bin Qais dari
bani Maish bin Amir bin Luay).
Lalu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membangun
tenda untuk Sa’ad di (sekitar) masjid, agar Beliau bisa menjenguknya dari
dekat.”
Peran Sa’ad bin Muadz di dalam perang Bani Quraidzah
Pada saat perang Khandaq, di mana Madinah dikepung oleh kaum
Quraisy dan Bani Ghatafan. Tiba-tiba dari belakang, para Yahudi dari kaum Bani
Quraidzah berkhianat. Ternyata, mereka bersekutu dengan kaum Quraisy, dan
menghianati perjanjian dengan Rasulullah Saw.
Setelah kemenangan di Perang Khandaq, Rasulullah Saw
diperintahkan Allah Swt untuk langsung mengadakan pengepungan terhadap
perkampungan Bani Quraidzah.
Setelah 25 hari, akhirnya Bani Quraidzah menyerah. Namun, mereka
meminta untuk dihakimi oleh orang dari kaumnya sendiri. Maka, Rasulullah Saw
menerima usulan para sahabat, yang mengatakan jika Bani Aus adalah sekutu lama
dari Bani Quraidzah.
Lalu, setelah disepakati oleh kedua belah pihak, Sa’ad bin Mu’adz
terpilih untuk menjadi hakim. Di tengah rasa sakit yang disebabkan luka yang
terus memburuk, Sa’ad menuju ke wilayah Bani Quraidzah. Dalam perjalanan,
beliau berdoa,
“Ya Allah, janganlah Engkau cabut nyawaku, sebelum aku
menyelesaikan urusanku dengan Bani Quraidzah.”
Ternyata, beliau bersikap tegas terhadap Bani Quraidzah,
dengan memutuskan. Jika seluruh pasukan Bani Quraidzah harus dibunuh, dan para
wanita dan anak-anaknya dijadikan budak.
Untuk mengetahui kisah tentang keputusan
Sa’ad bin Muadz pada Bani Quraidzah, silahkan lihat di sini.
Kisah wafatnya Sa’ad bin Muadz
Beranjak dari perkampungan Bani Quraidzah, hari-hari Sa’ad bin
Muadz hanya dipenuhi dengan penderitaan. Beliau hanya memohon kepada Allah Swt,
agar luka-luka di sekujur tubuhnya itu, mengantarkannya kepada kesyahidan.
Sa’ad kerap dijenguk oleh Rasulullah Saw. Beliau Saw berdoa
untuk Sa’ad.
“Ya Allah, sesungguhnya Sa’ad ini telah berjuang di
jalan-Mu. Maka, terimalah ruh-nya, dengan penerimaan yang sebaik-baiknya.”
Suatu hari, Sa’ad merasa jika hari ia dijemput malaikat
Izrail pun tiba, beliau ingin pada hari terakhirnya ini, untuk melihat wajah
kekasihnya, Rasulullah Saw.
Tak kala Rasulullah Saw tiba, beliau pun mengucap salam.
“Assalamu’alaika, ya Rasulullah. Ketahuilah, bahwa aku mengakuimu jika engkau
adalah utusan Allah.”
Rasulullah memandang Sa’ad, lalu berkata, “Kebahagiaan
bagimu, wahai Abu Amr!”
Dan beberapa saat kemudian, Sa’ad pun pergi menghadap Sang
Maha Kuasa, Sang Pemilik Segalanya. Semua orang di sana berduka cita dan
berkabung, atas kepergian sang pejuang Islam tersebut.
Di versi yang lain menceritakan;
Suatu ketika, Sa’ad berdoa kepada Allah Swt,
“Ya Allah, jika dari peperangan dengan Quraisy ini masih Engkau
sisakan. Maka, panjangkanlah umurku untuk menghadapinya. Karena, tiada ada
golongan yang aku inginkan untuk dihadapi, lebih daripada kaum yang telah
menganiaya Rasul-Mu, mendustakannya, dan mengusirnya.
Dan seandainya Engkau telah mengakhiri perang antara kami
dengan mereka. Jadikanlah musibah yang telah menimpaku ini, sebagai jalan untuk
menemui ke-syahid-an.”
Hisyam (seorang perawi) mengatakan, “Ayahku menceritakan
kepadaku dari Aisyah ra, jika Sa’ad pernah berdoa kepada Allah Swt,
‘Ya Allah Azza wa Jalla, sesungguhnya Engkau telah mengetahui
jik tidak ada suatu kaum pun yang paling suka untuk aku perangi, melainkan
mereka yang telah mendustakan dan mengusir Rasul-Mu.
Ya Allah Azza wa Jalla, aku mengira Engkau telah
menghentikan peperangan antara kami dan mereka. Jika masih ada lagi peperangan
dengan mereka, maka panjangkan usiaku, hingga aku bisa berperang karena-Mu. Dan
jika Engkau telah menghentikan peperangan, maka parahkan lah Lukaku ini, dan
takdirkan lah kematianku saat itu (untuk syahid di jalan-Mu).”
Kian hari, luka yang diderita Sa’ad bin Muadz pun semakin
parah. Di saat-saat terakhir kehidupannya, Rasulullah Saw mengunjunginya. Lalu,
Beliau meletakkan kepala Sa’ad di pangkuan Beliau, dan berkata,
“Ya Allah, Sa’ad telah berjihad di jalan-Mu, membenarkan
Rasul-Mu, dan telah memenuhi kewajibannya (sebagai seorang muslim). Maka,
terimalah ruh-nya dengan sebaik-baiknya cara Engkau menerima ruh.”
Doa yang dipanjatkan Nabi Saw itu pun mendatangkan ketenangan
kepada jiwa Sa’ad, yang hendak beranjak dari tubuhnya.
Saat itu, Sa’ad mencoba dengan susah payah untuk mengangkat
kelopak matanya, dan mengarahkan pandangannya ke wajah Rasulullah Saw yang
sangat ia cintai, karena beliau juga merasa jika inilah perjumpaan terakhirnya
dengan kekasihnya ini, di dunia ini.
Sa’ad mengatakan, “Assalamu’alaikun wahai Rasulullah,
ketahuilah jika aku beriman bahwa Engkau adalah utusan Allah.”
Rasulullah menjawab, “Kebahagiaan atasmu wahai Abu Amr.”
Diriwayat lain disebutkan, tak kala luka Sa’ad bin Muadz
bertambah parah. Tidak ada sesuatu yang mengejutkan perkemahan bani Ghifar
(penghuni masjid), melainkan darah yang terus mengalir menuju mereka.
Mereka bertanya, “Wahai penghuni tenda, apa (darah) ini yang
mengalir menuju kami dari arah kalian?”
Tiba-tiba, darah itu mengalir semakin cepat, dan Sa’ad wafat
di sana.
Akhirnya, Sa’ad bin Muadz menghebuskan nafas terakhirnya, di
pangkuan seseorang yang paling ia cintai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Beliau wafat pada tahun 5 H, ketika itu usia beliau 37 tahun.
Beliau sendiri hidup dalam naungan keagungan Islam, selama 6 tahun.
Sa’ad bin Muadz dimakamkan di pemakaman Baqi, di kota
Madinah.
Diriwayatkan, Abu Sa’id al-Khudri berkata,
“Aku adalah salah seorang yang menggali makam Sa’ad. Dan
setiap kami menggali satu lapisan tanah, tercium oleh kami, wangi kesturi.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اهتز عرش الرحمن لموت سعد بن معاذ
“Arsy (milik) Allah Ar-Rahman bergetar, karena wafatnya
Sa’ad bin Muadz.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh,
kematian Sa’ad telah membuat Arsy (milik) Allah terguncang.”
Untuk mengetahui tentang kisah Sa’ad bin Muadz yang
mengguncang Arsy, silahkan lihat di sini.
Atau, untuk kisah kuburan Sa’ad bin Muadz yang dipersempit,
silahkan lihat di sini.
Demikianlah, kisah tengang masa-masa terakhir Sa’ad bin
Muadz, yang bisa menggetarkan hati. Bagaimana dengan waktu yang sedikit, peran
beliau dalam Islam sangatlah banyak. Terutama, ketika Sa’ad bin Muadz yang
berdiri dengan tegak, ketika Rasulullah Saw menyebutkan tentang serangan kaum
Quraisy di tanah Badar. Lalu, beliau yang melindungi kekasihnya, Rasulullah Saw
di dalam berbagai peperangan lain.
Dan pada akhirnya, beliau juga harus terluka berat, ketika
melindungi Rasulullah Saw di perang Khandaq. Di masa akhir kehidupannya, beliau
memberikan keputusan penting untuk Bani Quraidzah.
Wallohu’alam
sangat membantu atikelnya dan terimakasih
syukron saalifan , terima kasih atas artikelnya dan membantu sekali buat penulisan