Kisah-kisah Mush’ab bin Umair

Source: telegraph

 

Shalat jum’at pertama di Yatsrib, Madinah

Mush’ab bin Umair – Setelah berhasil mengislamkan beberapa orang, Mush’ab bin
Umair mendapatkan permintaan dari As’ad dan kelompoknya. Mereka meminta Mush’ab
untuk meminta izin kepada Rasulullah Saw untuk melaksanakan shalat jum’at.
Mereka yang berada di Yatsrib juga menginginkan shalat yang telah menjadi
Ibadah rutin di Makkah tersebut.

Menanggapi hal ini, Mush’ab menulis surat kepada Nabi saw
dan meminta izin dari Beliau Saw untuk mendirikan shalat jum’at bersama kaum
muslimin di Yatsrib. Kemudian, Nabi Saw pun mengizinkannya.

Di rumah Sa’ad bin Khaitsamah, Mush’ab bersama 12 orang
penduduk Yatsrib mendirikan salat jum’at. Ada juga yang berpendapat 30 – 40
orang.

 

Kisah kesederhanaan Mush’ab bin Umair

Pada suatu hari, ketika kaum Muslimin berkumpul bersama
Rasulullah Saw, terlihat Mush’ab duduk di dekat Beliau Saw. Kaum Muslimin
lainya memandang Mush’ab dengan penuh ratapan dan kesedihan.

Karena, kondisi Mush’ab sekarang sangat berbeda, dengan
kondisi beliau sebelum masuk Islam yang penuh dengan kemewahan. Namun, mereka
juga tahu jika Mush’ab meninggalkan itu, karena demi kecintaannya kepada Allah
dan Rasul-Nya.

Rasulullah pun juga memandang Mush’ab dengan penuh arti, dan
disertai dengan rasa syukur dan cinta. Bahkan, Rasulullah Saw pernah meneteskan
air mata melihat keadaan Mush’ab tersebut.

Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab,

“Pada suatu hari, Rasulullah melihat Mush’ab bin Umair di
Madinah. Mush’ab datang dengan pakaian compang-camping, sebagian pakaiannya
dijahit dari kulit domba. Rasulullah menangis, lalu bersabda kepada para
sahabatnya, ‘Lihat, itulah orang yang telah Allah sinari hatinya…’.”

Ali bin Abi Thalib juga berkata,

“Suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah di masjid. Lalu,
muncullah Mush’ab bin Umair dengan mengenakan kain burdah yang kasar, dan
memiliki tambalan. Ketika Rasulullah melihatnya, beliau (Mush’ab) pun menangis
teringat akan kenikmatan yang ia dapatkan dahulu (sebelum memeluk Islam)
dibandingkan dengan keadaannya sekarang…” (HR. Tirmidzi)

Para muarrikh dan ahli riwayat juga mendeskripsikan Mush’ab
bin Umair dengan kalimat; “Seorang penduduk kota mekah, yang mempunyai
nama paling harum”.

 

Kisah kezuhudan Mush’ab bin Umair

Diriwayatkan, Nabi Saw juga pernah berkata kepada sahabatnya
yang bernama Abdur Rahman bin ‘Auf, tentang Mush’ab.

“Mush’ab bin Umair itu terbunuh, fisabilillah. Andai
saja kepalanya ditutup, maka tampaklah kedua kakinya. Dan andai saja kedua
kakinya ditutup, maka tampaklah kepalanya.”

Mendengar cerita ini, Abdurrahman bin ‘Auf menangis.

Diriwayatkan pula, perihal penampilan Abdurrahman bin ‘Auf
yang tak pernah berubah. Beliau tetap zuhud dan tak pernah terlena akan harta
yang begitu banyak beliau miliki. Penampilan beliau yang sukar dibedakan dari
para bawahan, dan bahkan budaknya.

Saudagar kaya yang sering dengan ringan meletakkan kantong
berisi 40 ribu dinar di pangkuan Rasulullah Saw, saudagar yang mana seribu unta
dagangnya pernah mengetarkan Madinah, dan saudagar yang tak pernah peritungan
dalam men-infaq-kan hartanya di jalan fi sabilillah.

Suatu hari, Abdurrahman makan bersama para bawahannya.
Tiba-tiba beliau sesenggukan, air matanya membanjir deras.

“Mush’ab ibn Umair lebih baik dari kami”, ujarnya
di tengah isak, “Dan dia tak pernah merasakan makanan yang selembut
ini.”

Setelah beberapa saat, Abdurrahman kembali berkata,

“Ketika dia syahid dalam Perang Uhud,” sambung
beliau masih sambil menangis, “Tak ada kain untuk mengafaninya, selain
sehelai selimut usang yang juga bertambal. Jika ditutupkan ke kepalanya,
kakinya terlihat. Jika ditutupkan pada kakinya, kepalanya terbuka. Maka kami
tutupkan kain itu ke kepalanya, dan kami tutupi kakinya dengan rerumputan idzkhir.”

Untuk mengetahui kisah hidup Mush’ab bin Umair, silahkan
lihat di sini.

Demikianlah kisah-kisah Mush’ab bin Umair yang banyak memberikan
contoh positif untuk kehidupan kita. Apalagi di masa sekarang, di mana semua
orang telah terpengaruh oleh gemerlap dunia, dan tak bisa melakukan sifat kezuhudannya.
Padahal, kemurnian hati ini sangat penting untuk dilakukan, agar kita tak
tersesat oleh racun dunia.

Wallahu’alam

 

Leave a Comment