Kisah masuknya Sa’ad bin Mu’adz ke dalam Islam

Source: id.pinterest.com

Kisah masuknya Islam di kota Yastrib, Madinah

Sa’ad bin Muadz – Kala itu, setelah menyebarnya jaran Islam di antara para
kafilah dangang. Muncullah dari berbagai pelosok negeri, kelompok-kelompok yang
telah terketuk hatinya akan mulianya agama Islam. Di antara itu semua adalah
sekelompok orang yang berasal dari kota Yastrib.

Setelah tiba musim Haji, sekelompok orang itu datang untuk
menemui seseorang yang menyebut dirinya sebagai Nabi akhir zaman. Lalu,
Rasulullah Saw membacakan Al-Qur’an kepada mereka, dan mereka pun segera
mengikrarkan jika Allah Swt itu Maha Esa, dan Muhammad adalah utusan-Nya.

Kemudian, mereka pulang ke kampung halamannya, dan berdakwah
pada kaumnya, secara sembunyi-sembunyi.

Pada musim Haji berikutnya, mereka mengirim utusan untuk
bertemu Rasulullah Saw. Utusan itu mengatakan, jika penduduk Yastrib ingin
memperdalam ajaran Islam, dan mereka ingin dikirim sahabat yang bisa mengajar
Islam kepada mereka.

Rasulullah Saw menerima permintaan mereka, dan mengirim
Mush’ab bin Umair kepada penduduk Yastrib.

Di Yastrib, Mush’ab menetap di rumah As’ad
bin Zurarah
, dari Bani Ghanam.

Untuk mengenal dan kisah Mush’ab bin Umair, lihat di sini.

Atau, jika kamu ingin lebih mengenal As’ad bin Zurarah,
silahkan lihat di sini.

 

Kisah masuknya Sa’ad bin Mu’adz ke dalam Islam

Kedatangan Mush’ab bin Umair yang mengajarkan Al-Qur’an dan
hukum Islam terhadap para penduduk Yastrib, akhirnya terdengar oleh seorang
tokoh Yatsrib, Sa’ad bin Muadz.

Sa’ad bin Muadz berkata kepada temannya, Usaid bin Hudhair,

“Temuilah kedua orang itu (As’ad bin Zurarah dan Mush’ab bin
Umair). Mereka datang ke pemukiman kita untuk membodohi orang-orang lemah dari
kalangan kita. Larang dan ancam mereka. Aku tidak mau melakukannya, karena
As’ad bin Zurarah adalah anak bibiku (sepupuku). Seandainya bukan karena hal
itu, maka aku (akan melakukannya sendiri dan) tidak (lagi) menyuruh (dirimu).”

Segera, Usaid bin Hudhair mengambil tombaknya dan pergi
menemui Mush’ab dan As’ad, yang saat itu sedang duduk di kebun.

Ketika As’ad bin Zararah radhiallahu ‘anhu melihat
kedatangan Usaid bin Hudair, ia berkata,

“Dia (Usaid bin Hudhair) adalah pemimpin kaumnya, berkata-katalah
dengan benar tentang Allah kepadanya.”

Mush’ab bin Umair menjawab, “Jika dia mau duduk dan
mendengarkan (-ku), aku akan bicara kepadanya.”

Lalu, Usaid bin Hudair datang dan berdiri di hadapan
keduanya, dan mecaci-maki keduanya. Kemudian, ia berkata,

“Apakah tujuan kalian datang kepada kami, untuk membodoh-bodohi
orang-orang lemah di antara kami?! Jika kalian mempunyai suatu kepentingan,
sekarang pergilah.”

Amarah Usaid yang meledak-ledak, disambut dengan tenang oleh
Mush’ab,

“Maukah engkau duduk dan mendengarkanku? Jika engkau menerima
apa yang aku katakan, maka kamu bisa menerimanya. Dan jika kamu membencinya,
maka hentikanlah.”

Setuju dengan pendapat itu, Usaid menjawab, “Kamu benar.”

Usaid pun menancapkan tombaknya, dan duduk bersama keduanya.

Setelah itu, Mush’ab bin Umair berbicara tentang Islam dan
membacakan Al-Qu’ran kepada Usaid bin Hudair.

Usaid pun sangat terkesan dengan pembawaan tenang Mush’ab
bin Umair. Lalu, dia mengatakan,

“Demi Allah, sungguh kami telah mengetahui kemuliaan Islam,
sebelum ia (Muhammad) berbicara tentang Islam, dalam kemuliaan dan
kemudahannya.”

Kemudian, Usaid berkata lagi, “Sungguh, tidak ada yang lebih
bagus dari perkataan ini (Al-Qu’ran). Apa yang harus aku lakukan, jika aku
ingin masuk agama ini?”

Maka, Mush’ab menjelaskan kepadanya,

“Kamu harus mandi untuk mensucikan diri, mensucikan pakaianmu,
kemudian bersyahadat lah dengan benar, dan melaksanakan shalat.”

Selanjutnya, Usaid bin Hudair pun mandi, menyucikan
pakaiannya, bersyahadat, dan shalat sunnah dua rakaat.

Setelah menunaikan perkara mulia tersebut, Usaid menjelaskan
bagaimana kedudukan seorang Sa’ad bin Muadz, orang yang menyuruhnya untuk mengusir
Mush’ab bin Umair dan As’ad bin Zararah.

“Sesungguhnya, ada seseorang di belakangku (menyuruhku). Jika
dia mengikuti kalian berdua, niscaya tidak ada seorang pun dari kaumnya,
kecuali akan ikut memeluk agama Islam. Aku akan bawa kalian kepadanya.”

Tentu saja, Mush’ab menerima usulan tersebut.

Bersama dengan Usaid bin Hudair dan As’ad bin Zurarah,
Mush’ab bin Umair menuju ke tempat Sa’ad bin Muadz, yang tengah berkumpul bersama
kaumnya.

Melihat kedatangan Usaid, yang meninggalkan As’ad dan
Mush’ab di kejauhan, Sa’ad berkata kepada orang-orang di sekelilingnya,

“Aku bersumpah atas nama Allah, dia datang dengan wajah yang
berbeda, saat dia (Usaid bin Hudair) berangkat meninggalkan kita.”

Setelah itu, Sa’ad menanyakan kepada Usaid tentang hasil
pertemuannya dengan As’ad dan Mush’ab.

“Apa yang terjadi pada dirimu?”

Usaid menjawab, “Aku sudah berbicara dengan kedua orang
tersebut. Demi Allah, aku tidak melihat jika keduanya tidak mempunyai kekuatan
(untuk melawanmu). Aku sudah melarang mereka berdua, lalu keduanya berkata,
‘Kami akan melakukan sesuatu yang engkau sukai. Aku sudah diberi tahu bahwa
Bani Haritsah sudah menemui As’ad bin Zurarah untuk membunuhnya’, karena mereka
tahu bahwa anak bibimu ini (As’ad bin Zurarah) telah menghinamu.”

Mendengar hal itu, Sa’ad bangkit dari duduknya dengan marah.
Mengambil tombaknya, dia menghampiri As’ad bin Zurarah dan Mush’ab bin Umair.
Namun, ketia Sa’ad melihat keduanya yang duduk dengan tenang, barulah ia
menyadari jika Usaid mengelabuinya.

Sa’ad menyadari niat Usaid, yang menginginkan dirinya untuk
bisa mendengar apa yang disampaikan Mush’ab.

Dengan wajah cemberut, Sa’ad berdiri di hadapan mereka
berdua. Lalu, ia berkata kepada As’ad bin Zurarah,

“Demi Allah, wahai Abu Umamah, kalau bukan karena ada
hubungan kekerabatan di antara kita, aku tidak menginginkan hal ini terjadi.
Engkau datang ke perkampungan kita, dengan membawa sesuatu yang tidak kita
sukai.”

Dengan senyuman, Mush’ab bin Umair pun memulai pembicaraan
dengan Sa’ad.

 “Bagaimana kiranya,
kalau engkau duduk dan mendengar (apa yang akan aku sampaikan)? Jika engkau menerima
apa yang aku ucapkan, maka terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku
akan pergi.”

Sa’ad menjawab, “Ya, yang demikian itu lebih bijak.”

Lalu, dia sembari menancapkan tombaknya, dan duduk bersama
keduanya.

Lalu Mush’ab menjelaskan Islam kepadanya dan membacakan
Al-Qu’ran dari permulaan surat Az-Zukhruf.

Atas ridho Allah Swt, Sa’ad bin Muadz memiliki kesan yang
sama dengan Usaid, ketika menggambarkan perawakan Mush’ab bin Umair, yang lihai
dalam menjelaskan Al-Qur’an.

Kemudian, Sa’ad pun berkata, “Demi Allah, dari wajahnya,
sesungguhnya kami telah mengetahui kemuliaan Islam, sebelum ia (Muhammad) berbicara
tentang Islam, tentang kemuliaan dan kemudahannya.”

Kemudian Sa’ad bertanya, “Apa yang kalian lakukan, ketika
kalian masuk Islam?”

Mush’ab pun menjawab, “Mandilah, bersihkan pakaianmu,
ucapkan dua kalimat syahadat, lalu shalat lah dua rakaat.”

Kemudian, Sa’ad pun melakukan apa yang diperintahkan Mush’ab
kepadanya.

Setelah melakukan hal-hal mulia tersebut, Sa’ad bin Muadz
berdiri dan berkata kepada kaumnya,

“Wahai Bani Abdu Asyhal (Bani Aus), apa yang kalian ketahui,
tentang kedudukanku di sisi kalian?”

Mereka menjawab, “Engkau adalah pemuka (tokoh) kami, orang
yang paling bagus pandangannya, dan paling lurus tabiat-nya.”

Lalu, Sa’ad bin Muadz mengucapkan kalimat yang luar biasa,
yang menunjukkan begitu besarnya wibawa Sa’ad di sisi kaumnya. Dan bukti,
bagaimana kuatnya pengaruh Sa’ad bagi kaumnya.

Sa’ad kemudian berkata, “Haram bagi laki-laki dan perempuan
di antara kalian untuk berbicara kepadaku, sampai ia beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya!”

Tidak sampai sore hari, seluruh kaumnya pun beriman kecuali Ushairim, yang kan beriman sesaat sebelum meletusnya
Perang Uhud. Lelaki yang akan mendapatkan banyak keuntungan, meski baru masuk
Islam.

Bahkan, dalam literasi Islam tercatat, tentang Ushairim ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
mengenai Ushairim, “Dia beramal sedikit, namun mendapat ganjaran (pahala) yang
sangat banyak.”

Untuk melihat kisah tentang Ushairim dari Bani Abdu Asyhal,
lihat di sini.

 

Kehidupan Sa’ad bin Muadz setelah masuk Islam

Sesudah itu, kehidupan Sa’ad bin Muadz berubah. Beliau mengabdi
dan memperjuangkan Islam dengan seluruh hal yang beliau miliki. Dalam waktu
yang singkat, beliau telah mengukir banyak momen-momen kepahlawanan yang luar
biasa.

Seperti, saat beliau menjadi pihak pertama yang lantang
menyuarakan akan mengikuti Rasulullah Saw menuju perang Badar. Lalu, menjadi
pelindung Rasulullah Saw saat perang Uhud.

Selanjutnya, Sa`d bin Muadz juga terkena lemparan anak panah
pada saat perang Khandaq, yang membuat beliau jatuh dalam kondisi kritis, karena
urat nadinya yang terputus. Satu bulan kemudian, beliau menjadi Hakim untuk Bani
Quraidzah, yang menghianati kaum Muslimin.

Untuk mengetahui tentang kisah keputusan Sa’ad bin Muadz
terhadap Bani Quraidzah, silahkan lihat di sini.

Ataupun jika kamu ingin mengerti lebih dalam tentang kisah
kehidupan Sa’ad bin Muadz, silahkan lihat di sini.

 

Akhir kehidupan Sa’ad bin Muadz

Setelah dirawat satu bulan di tenda dekat Masjid Nabawi, akhirnya,
luka beliau semakin membengkak.  Beliau
wafat pada tahun kelima Hijrah, tepat beberapa hari setelah menghukum Bani
Quraidzah.

Tentu saja hal ini membuat Rasulullah Saw dan kaum Muslimin
menjadi sedih. Keberadaan beliau di sisi Rasulullah Saw, juga memberikan
kekuatan tersendiri bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Untuk mengetahui tentang kisah kematian Sa’ad bin Mu’adz,
silahkan lihat di sini.

 

Dalam sebuah syair disebutkan:

 

 فَإِنْ يَسْلَمِ
السَّعْدَانِ يُصْبِحْ مُحَمَّدٌ بِمَكَّةَ لاَ يَخْشَى خِلاَفَ الْمُخَالِفِ

 

Jika kedua Sa’ad radhiyallahu ‘anhuma yang masuk
Islam, maka Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang ada) di Mekah,
tidak akan takut terhadap perbuatan orang-orang yang menyelisihi-Nya
(mengingkari-Nya).”

*Maksud dari kedua Sa’ad adalah; Sa’ad bin Ubâdah, pembesar Bani
Khazraj, dan Sa’ad bin Muadz pembesar Bani Aus.

 

Wallohu’alam

di sini

Leave a Comment