Kisah Taubatnya Abu Lubabah Terhadap Rasulullah Saw

Source: id.wikipedia.org

Kisah Abu Lubabah dalam Perang Bani Quraizah

Abu Lubabah – Peperangan dengan Bani Quraizah disebabkan oleh penghianatan
dari kaum Yahudi tersebut, atas perjanjiannya dengan Rasulullah Saw, untuk
melindungi kota Madinah.

Pada awalnya, Rasulullah Saw dan pasukan Muslimin bergerak
menuju pintu masuk kota Madinah yang diapit dua gunung. Mereka menunggu 10.000
pasukan yang bergerak dari Makkah, di balik parit besar (Khandaq) yang menjadi
benteng alami dari 3.000 pasukan Muslimin.

Sementara itu, Bani Quraizah yang mendiami wilayah tenggara
Madinah, mulai melakukan terror pada penduduk Madinah dan menolak untuk
mengirim pasukan ke medan perang Khandaq.

Alhasil, Abu Lubabah yang diangkat sebagai pemimpin
sementara dari kota Madinah, menggantikan Rasulullah Saw yang menuju medan
perang, melakukan gerakan pencegahan. Atas perintah Rasulullah Saw, Abu Lubabah
berangkat dengan 1.000 pasukan darurat yang terbentuk dari para penduduk
Madinah, untuk mengawasi benteng Bani Quraizah.

Setelah berhasil mengalahkan pasukan yang bergerak dari
Makkah, Rasulullah Saw dan pasukan Muslimin langsung menuju ke perkampungan
Bani Quraizah, untuk melakukan serangan balasan. Dalam perang ini, Abu Lubabah
ikut serta mengangkat senjata dan bergabung dengan pasukan Muslimin.

Pada hari ke-25, Bani Quraizah akhirnya mengakat bendera
putih dan menyerah terhadap kepungan pasukan Muslimin.

 

Kisah Abu Lubabah dalam perundingan dengan Bani Quraizah

Sebagai syarat atas penyerahan benteng, Bani Quraizah meminta
seseorang dari Bani Aus, yang dulunya adalah sekutu mereka, untuk dimintai
pertimbangan. Setelah menimbang berbagai peluang, mereka akhirnya memilih Abu
Lubabah.

Seorang penduduk Madinah yang terkenal karena kelembutan
hatinya ini, akhirnya ditunjuk oleh Rasulullah Saw sebagai perwakilan kaum
Muslimin.

Menjalankan perintah itu, Abu Lubabah segera bergegas ke
perkampungan Bani Quraizah.

Begitu anak-anak dan istri-istri Bani Quraizah melihat Abu
Lubabah datang, mereka menangis dan meronta-ronta untuk minta diselamatkan. Tentu
saja, Abu Lubabah yang hatinya sangat lembut, tidak bisa menyembunyikan rasa
ibanya.

“Kami sudah mengatakan, jika penduduk Madinah pada
umumnya berhati lembut dan berjiwa pemaaf. Kasih sayangnya kepada sesama, sangat
besar,” kata mereka, menilai Abu Lubabah.

Namun, perkiraan mereka meleset, Abu Lubabah mengisyaratkan
kepada mereka, dengan tangan yang diletakkan ke lehernya. Menunjukkan, jika
mereka akan dihukum mati, atas kejahatan mereka.

Untuk mengetahui Kisah Abu Lubabah yang menyeru Bani Quraizah, silahkan lihat di sini.

 

Kisah taubatnya Abu Lubabah

Kala itu, sepulang dari perkampungan Bani Quraizah, sikap
tenang milik Abu Lubabah tiba-tiba menghilang. Beliau entah bagaimana terlihat
sangat tergesa-gesa, sambil membawa tali panjang di tangannya. Ternyata, beliau
sedang menuju ke masjid Nabawi.

Sesampainya di sana, beliau mengikatkan tubuhnya di salah
satu tiang, dan terus saja mengeluarkan aura kesedihan dan penyesalan.

Kemudian, salah seorang sahabat bertanya, “Wahai Abu
Lubabah, kenapa engkau melakukan hal ini (mengikat diri di tiang)?”

Abu Lubabah menjawab dengan lirih, “Demi Allah, aku
tidak akan makan dan minum hingga (aku) mati, atau Allah mengampuni dosaku itu.”

 

Dalam riwayat lain disebutkan, sepulang dari pengepungan
benteng Bani Quraizhah, Abu Lubabah pergi ke Masjid Nabawi, dan mengikatkan
diri sendiri pada tiang di masjid.

Beliau lalu mengatakan, “Ini adalah hukuman untukku. Sebelum
Allah Ta’ala menerima taubatku, aku akan terikat terus seperti ini.”

Abu Lubabah juga menuturkan, “Kabar perihal kepergianku ke
Bani Quraizhah, dan apa yang aku lakukan di sana, diketahui Rasulullah Saw.

Beliau saw bersabda,

‘Tinggalkan dia (Abu Lubabah), sebelum Allah Ta’ala
berfirman, perihal apa yang dikehendaki-Nya. Jika seandainya dia datang padaku,
maka aku akan mintakan ampunan untuknya. Namun, jika dia tidak datang padaku
dan malah pergi, maka biarkanlah ia pergi’.”

Dari sini dapat diketahui, jika isyarat tangan yang mengiris
leher, yang dilakukan Abu Lubabah terhadap Bani Quraizhah, bukanlah suatu
perintah yang diberikan oleh Rasulullah Saw. Hal itu murni atas keinginan Abu
Lubabah.

Setelah mendengar sabda Rasulullah itu, Abu Lubabah merasa
bersalah atas sikap lancangnya tersebut. Bagaimana ia bisa melakukan tindakan
seperti itu, padahal Rasulullah Saw memberikannya isyarah agar para kaum Yahudi
itu mau menemui dan meminta maaf terhadap Rasulullah Saw.

Karena, selain Rasulullah saw tidak pernah memerintahkan Abu
Lubabah untuk mengatakan atau memberi isyarat kematian seperti itu, Rasulullah
Saw juga tidak punya rencana untuk mengeksekusi orang-orang Yahudi itu. Mungkin
saja, Rasulullah Saw hanya akan mengusir mereka keluar dari Madinah, layakna
Bani Nadhir dan Bani Wail.

Abu Lubabah sendiri juga menceritakan peristiwa itu. Beliau
berkata, “Ketika teringat jika aku telah berkhianat kepada Allah dan rasul-Nya,
maka kakiku terasa kaku.”

 

Di riwayan lain juga disebutkan,

Abu Lubabah berkata, “Demi Allah, kedua kakiku belum
beranjak dari tempatku, melainkan telah mengetahui jika aku telah mengkhianati
Allah dan Rasul-Nya.”

 

Dalam riwayat lain disebutkan,

Abu Lubabah berkata, “Aku diliputi penderitaan itu
(penyesalan karena memberikan isyarat kepada Bani Quraizah dengan tangan yang
dilewatkan leher) selama 15 hari. Aku melihat mimpi dan selalu mengingatnya.

Dalam mimpi itu, kami telah mengepung Bani Quraizhah, dan
seolah-olah aku berada di dalam lumpur yang berbau. Aku tidak dapat keluar dari
lumpur itu, dan hampir saja aku binasa (mati), karena baunya. Lalu, aku melihat
sungai yang tengah mengalir. Aku melihat (membayangkan) diriku tengah mandi di
dalamnya, sehingga aku membersikan diriku sendiri. Barulah aku mencium bau
wangi (dari tubuhku).”

Lalu, beliau pergi ke hadapan Abu Bakar untuk menanyakan
tabir dari mimpi itu. Abu Bakar mengatakan, “Kamu akan menghadapi masalah, yang
akan membuatmu bersedih. Lalu, kamu akan dibebaskan darinya.”

Setelah itu, Abu Lubabah mengatakan, “Ketika terikat, aku
teringat perkataan Abu Bakar, dan berharap supaya taubatku diterima.”

 

Kisah diterimanya taubat Abu Lubabah

Tujuh hari lamanya, Abu Lubabah tidak makan dan minum,
hingga tak sadarkan diri. Kemudian, Allah Swt mengampuninya dan menerima
taubatnya. Lalu, ada yang menyampaikan berita itu kepadanya, “Wahai Abu
Lubabah, Allah telah mengampuni dosamu.”

Namun, beliau berkata, “Tidak. Aku tidak akan membuka
ikatanku, sebelum Rasulullah (sendiri) datang untuk membukanya.”

Tak lama setelah itu, Rasulullah pun datang membukanya. Abu
Lubabah berkata kepada Beliau Saw,

“Kiranya akan sempurna taubatku, kalau aku meninggalkan
kampung halaman kaumku, tempatku melakukan dosa. Dan aku akan menyumbangkan
seluruh hartaku.”

Rasulullah Saw menjawab, “Kamu hanya dibenarkan
menyumbang sepertiganya saja.”

Dalam riwayat lain disebutkan, jika Ummul Mu’minin Ummu
Salamah menceritakan,

“Kabar mengenai diterimanya taubat Abu Lubabah turun di
rumahku. Wahyu tersebut turun kepada Rasulullah Saw pada saat sahur. Aku
mendengar Rasulullah saw tertawa pada waktu sahur itu. Aku bertanya,

‘Wahai Rasulullah, apa gerangan yang engkau tertawakan?’

Rasulullah Saw menjawab, ‘Allah telah mengampuni dosa Abu
Lubabah’.

Aku bertanya kepada Beliau, ‘Apakah aku boleh menyampaikan
berita gembira ini kepadanya?’.

Rasulullah Saw menjawab, ‘Ya, kalau kamu mau.’

Ummu Salamah kemudian berdiri, sambil berdiri di pintu
kamarnya – kejadian itu terjadi sebelum turunnya kewajiban untuk berhijab  -. Beliau berkata, “Wahai Abu Lubabah,
bergembiralah, Allah telah mengampuni dosamu.”

Setelah itu, banyaklah orang yang datang hendak melepaskan
ikatan Abu Lubabah, namun beliau menolak seraya berkata, “Tidak. Demi Allah, aku
tidak mau (melepas ikatanku), sebelum Rasulullah datang membebaskanku, dengan
tangannya sendiri.”

Ketika Rasulullah Saw hendak shalat shubuh, Beliau
menghampiri Abu Lubabah, dan membukakan ikatannya.

Abu Lubabah lalu berkata kepada Rasulullah Saw, “Kiranya,
akankah sempurna taubatku, kalau aku meninggalkan kampung halaman kaumku,
tempatku melakukan dosa di sana, dan aku akan menyumbangkan seluruh hartaku?”

Rasulullah Saw menjawabnya, “Kamu hanya dibenarkan
menyumbangkan sepertiganya saja.”

Lalu, Abu Lubabah menyumbangkan sepertiga dari hartanya, dan
meninggalkan kampung halamannya.

Jika kamu ingin mengetahui tentang kisah kehidupan Abu Lubabah, silahkan lihat di sini.

 

Kemudian, di sisi Bani Quraizhah sendiri, akhirnya mereka
menolak untuk menyerahkan nasib keputusan hukuman mereka kepada Rasulullah saw.
Andai kata mereka menerimanya, maka hukuman paling berat yang akan mereka
terima ialah pengusiran dari Medinah.

Tapi, mereka malah memilih untuk percaya kepada Bani Aus,
sekutu lama mereka. Sehingga, disepakatinya Sa’ad bin Muadz yang menjatuhkan
hukuman mati kepada seluruh pasukan Bani Quraizhah.

 

Wallohu’alam

 

Referensi:

Sirah an-Nabawiyah – Ibn Hisyam

Riwayat Hidup Rasulullah saw – Mirza Basyiruddin Mahmud
Ahmad

Sirat Khataman Nabiyyin – Mirza Basyir Ahmad

Leave a Comment