Mush’ab bin Umair
Mush’ab bin Umair – Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Abdi Dar bin
Qusyaiy bin Kilab. Ya, Abdi Manaf merupakan kakek buyut Rasulullah Saw. Oleh
sebab itu, beliau juga merupakan saudara jauh dari Rasulullah Saw.
Mush’ab termasuk sebagai assabiqunal awwalun (golongan
pertama masuk Islam) bersama dengan Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib. Beliau juga
adalah sahabat Rasulullah Saw yang ikut serta dalam Perang Badar, dan beliau syahid
dalam Perang Uhud pada tahun 3 H / 624 M.
Ayahnya bernama Umair bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Abdi Dar
bin Qusyaiy bin Kilab. Dari jalur ayahnya tersebut, nasab Mush`ab menyambung
kepada Rasulullah Saw.
Sementara itu, ibunya yang bernama Khannas binti Malik, berasal
dari kabilah yang paling kaya di kalangan kaum Quraisy.
Tentu saja, Mush’ab dibesarkan dalam keluarga yang
sejahtera. Ayah dan ibu Mush’ab sangat mencintai Mush’ab, dan memakaian
kepadanya sebaik-baik pakaian.
Bahkan, Rasulullah Saw pun pernah bersabda,
مَا رَأَيْتُ بِمَكَّةَ أَحَدًا أَحْسَنَ لِمَّةً ، وَلا أَرَقَّ
حُلَّةً ، وَلا أَنْعَمَ نِعْمَةً مِنْ مُصْعَبِ بْنِ عُمَيْرٍ
“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Makkah yang lebih
rapi rambutnya, paling bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan, selain
Mush’ab bin Umair.” (HR. Hakim)
Mush’ab bin Umair juga merupakan seorang pemuda Makkah yang
terkenal. Dia terkenal sebagai pemuda berwajah tampan, tegap, dan murah senyum.
Dia memiliki gelar Abu Abdillah atau Abu Muhammad, sedangkan laqab-nya adalah
Mush`ab Al-Khair (si Baik Mush’ab).
Mush’ab bin Umair mempunyai dua putri; Zainab dan Hamnah. Garis
keturunan Mush’ab tidak berlanjut, kecuali dari jalur Zainab.
Prestasi besar Mush’ab diraih, ketika beliau berhasil mengajarkan
Islam kepada tokoh terkemuka Yatsrib; Usaid bin Hudhair dan Sa’ad bin Mu’adz.
Untuk melihat tentang kisah masuk Islamnya Usaid bin Hudhair
dan Sa’ad bin Mu’adz, silahkan lihat di sini.
Kisah masuk Islamnya Mush’ab bin Umair
Pada zaman permulaan Islam dulu, umumnya, orang yang masuk
Islam kebanyakan kaum miskin, du’afa, budak. Namun, ada beberapa sahabat yang
berasal dari bangsawan dan dari keluarga terpandang. Seperti Siti Khadijah, Abu
Bakar, dan Ali bin Abi Thalib.
Hal ini juga berlaku bagi Mush’ab bin Umair. Mush’ab adalah
anak seorang keluarga elite, di mana orang tuanya memiliki harta yang melimpah,
ladang kurma yang luas, dan juga ternak yang sangat banyak.
Terlebih lagi, Ibunya sangat sayang kepada Mush’ab, sehingga
dia selalu diberi pakaian yang bagus-bagus dan indah-indah.
Ketika cahaya Islam datang, Mush’ab termasuk dari kelompok
yang mengikuti dakwah sembunyi-sembunyi Rasulullah Saw di bukit Shafa, di rumah
Arqam bin Abi Arqam. Dari kelompok inilah, beliau tergolong sebagai assabiqunal
awwalun (golongan pertama masuk Islam).
Mush’ab menyembunyikan
keislamannya dari para kerabat dan sahabatnya, bahkan kepada ibunya sendiri.
Terkadang, beliau dengan sembunyi datang menemui Rasullullah Saw untuk
mendengar ajaran tentang Islam. Tentu saja, hal ini terus dilakukan di basecamp
umat islam yang jumlahnya baru beberapa puluh orang di rumah Arqam bin Abi
Arqam.
Hingga pada suatu saat, Utsman bin Thalhah melihat Mush’ab
bin Umair sedang melakukan shalat (shalat di masa ini belum diwajibkan), dan
mengabarkan keislamaan Mush’ab kepada orang-orang terdekat dan ibunya.
Diriwayatkan, tiada kekhawatiran di hati Mush’ab ketika
memeluk islam, selain bagaimana tanggapan ibunya sendiri, terhadap dirinya yang
berpindah keyakinan.
Ketika Mush’ab pulang ke rumah, ibunya marah-marah dan tidak
mau menerimanya lagi. Dia diusir dari rumahnya yang nyaman. Bahkan, Ibunya
mogok makan, dan hanya mau makan bila Mush’ab bin Umair kembali lagi memeluk
agamanya yang dulu. Tapi, Mush’ab bin
Umair bertahan, dan akhirnya sang ibu menghentikan mogok makannya tersebut.
Kaum Quraisy pun juga memenjarakan Mush’ab dan
mengiming-iminginya dengan berbagai macam hal, agar beliau mau meninggalkan
agama Islam. Namun, Mush’ab tetap teguh dalam Islam, walaupun dunia dan
keluarganya tak lagi mendukungnya.
Dalam riwayat lain disebutkan,
Ketika Khannas binti Malik (ibu Mush’ab) hendak membungkam
mulut putranya dengan tamparan keras, tiba-tiba tangan itu terulur lemas dan
jatuh terkulai. Semua itu karena dia melihat cahaya yang membuat wajah putranya
berseri cemerlang, nan berwibawa.
Karena rasa kasih sayangnya, ibu Mush’ab tak jadi menyakiti
putranya.
Maka, dibawalah Mush’ab ke suatu tempat terpencil di
rumahnya. Lalu, beliau dikurung dan dipenjarakan dengan ketat.
Mush’ab bin Umair Muadz dalam perjuangan Islam
Kisah awal mula masuknya Islam di Yatsrib, Madinah
Setelah terjadinya Perjanjian Aqabah Pertama, di mana
sekelompok masyarakat Yatsrib berbaiat kepada Nabi Saw di bukit Aqabah, As’ad
bin Zurarah mendatangi Rasulullah Saw. Sebagai perwakilan dari kelompok yang
datang dari Yatsrib, As’ad memohon kepada Beliau Saw, supaya mengutus seseorang
yang dapat mengajari mereka Al-Qur’an dan perintah-perintah lain Islam.
Rasulullah Saw yang setuju atas usulan itu, mengirim Mush’ab
bersama mereka. Di bawah dakwah Mush’ab yang mana ahli dalam berdialog, menjadi
sebab banyaknya tokoh-tokoh dan pemuka Yatsrib masuk untuk memeluk Islam.
Seperti Sa’ad bin Mu’adz, Asid bin Hudair, dan Ibad bin Basyar bin Waqasy.
Untuk mengetahui kisah masuknya islam di Madinah, silahkan
lihat di sini.
Hijrah atas perintah Allah Swt
Sebelum Mush’ab bin Umair menerima perintah untuk berdakwah
di Yatsrib, terjadi peristiwa yang sangat memilukan bagi kaum Muslimin. Keras
dan kejamnya penyiksaan dari kaum Quraisy terhadap kaum Muslimin, mulai
memunculkan korban jiwa. Salah satunya adalah keluarga Yasir dan beberapa
muslimin lain yang harus mati syahid, karena kekejaman tersebut.
Tak berhenti di situ saja, Rasulullah saw dan Bani Hasyim
terkepung di Syi’ib Abi Thalib/ Wilayah kekuasaan Abi Thalib, tak kala
munculnya perjanjian Hudaibiyah. Di sini, Mush’ab bin
Umair juga ikut menjadi korban, karena beliau lebih memilih untuk bersama
dengan Rasulullah Saw.
Hingga pada akhirnya, Rasulullah Saw menyuruhnya untuk ikut
berhijrah ke Habasyah, di bawah pimpinan Ja’far bin Abi Thalib.
Dalam riwayat lain disebutkan, Mush’ab bin Umair yang saat
itu tinggal dalam penjara, mendengar berita jika ada beberapa Muslimin yang
akan hijrah ke Habasyah. Mendengar berita ini, Mush’ab pun mencari muslihat
untuk kabur dari penjara. Dengan mengelabui ibu dan para penjaga, beliau bisa
pergi dan mengikuti para muslim yang ke Habasyah untuk melindungkan diri.
Setelah situasi cukup aman, beliau lalu pulang ke Makkah.
Kemudian, Mush’ab pergi lagi hijrah kedua kalinya bersama para sahabat untuk
pergi ke Yatsrib.
Setelah beberapa saat di sana, Mush’ab mendapatkan perintah
dari Rasulullah Saw untuk menuju Yatsrib, menanggapi permintaan As’ad bin
Zurarah dan kelompoknya. Sehingga, beliau langsung meninggalkan Habasyah untuk
menuju Yatsrib.
Untuk mengetahui siapa dan kisah As’ad bin Zurarah, silahkan lihat di sini.
Alhasil, Mush’ab bin Umair adalah muhajir pertama yang
hijrah ke Yatsrib, sebelum rombongan para sahabat lain dan sebelum Rasulullah
Saw.
Ketika Rasulullah Saw sudah berhijrah ke Yatsrib dan
melakukan ikatan persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar, Mush’ab
bin Umair dipersaudarakan dengan Abu Ayub al-Anshari, Sa’ad bin Abi Waqqash,
dan Dzakwan bin Abdil Qais.
Peran Mush’ab bin Umair di Perang Badar
Perang Badar yang menjadi perang besar pertama bagi kaum
Muslimin ini, memisahkan pasukan Muslimin menjadi tiga panji, yang terdiri
masing-masing dari 100 orang.
Sementara itu, panji sayap kanan dari kaum Muslimin dipegang
oleh Mush’ab bin Umair.
Di perang ini, Zurarah bin Umair (saudara Mush’ab) menjadi
tawanan kaum Muslimin. Sekelompok orang meminta Mush’ab agar saudaranya
dibebaskan. Namun, beliau menjawab,
“Aku perintahkan supaya tanggannya diikat kencang, hingga ia
mengambil fidyah (tebusan) untuk kekebebasan dirinya, dari ibunya yang
kaya.”
Wafatnya Mush’ab bin Umair
Pada Perang Uhud, Mush’ab juga menjadi pemegang panji dari
pasukan Muslimin.
Saat itu, ketika sekelompok orang dari kaum Muslimin sibuk
mengumpulkan rampasan perang, dan para pemanah yang seharusnya bertahan di
bukit Uhud turun untuk ikut mengumpulkan ghanimah, bencana pun dimulai.
Pasukan cavalry/berkuda kaum Quraisy memanfaatkan
kesempatan ini, dan menyerang mereka dari belakang. Serangan ini dipimpin oleh
Khalid bin Walid yang sangat lihai memindai medan perang. Bahkan, sebelum
beliau masuk Islam, bakatnya di medan perang sudah terbukti.
Dalam serangan tersebut, Ibnu Qumaiah al-Laitsi menyerang Mush’ab,
dan memotong tangan kanannya. Pada saat itu, menyebar berita (palsu/hoax)
tentang kesyahidan Rasulullah Saw. Akhirnya, Mush’ab membacakan surah Ali Imran
ayat 144 untuk meneguhkan tekadnya.
Lalu, Mush’ab mengambil panji yang terlepas dari tangan
kanannya, dan Ibnu Qumaiah memotong tangan kirinya juga. Kemudian, beliau
menempelkan panji itu di dadanya, dengan kedua lengan yang tak lagi memiliki
jari.
Dengan tebasan pedang Ibnu Qumaiah, Mush’ab bin Umair
akhirnya mencapai derajat kesyahidan.
Setelah perang usai, Nabi Saw mengutuk pembunuh Mush’ab,
yaitu Ibnu Qumaiah. Kemudian, Rasulullah Saw menghampiri jenazah Mush’ab, dan
membacakan surah Al-Ahzab ayat 23, yang berkaitan dengan para pejuang syahid.
Karena tidak ada apa-apa yang bisa digunakan untuk
mengafaninya, maka mereka menutupkan kain aba (kain kasar yang tidak dianyam)
di atas tubuh Mush’ab, yang mana tidak sampai menutupi seluruh tubuhnya.
Rasulullah Saw pun berkata, “Tariklah aba itu (untuk)
menutupi kepalanya, dan tutuplah kakinya dengan idzkhir /dedaunan.”
Ketika para sahabat membawa jenazahnya, Nabi Saw menyebutkan
kenangan masa lalu Mush’ab, seraya berkata,
“Aku takkan lupa pernah melihatmu di Makkah, di mana tak
satu pun memiliki pakaian sebagus pakaianmu. Kini dengan kepala berdebu, engkau
dikuburkan.”
Sementara itu, ada seorang sahabat yang berkata,
“Dia (Mush’ab) ikut bersama Rasulullah dalam Perang Badar.
Pada Perang Uhud, Rasulullah memberinya bendera pasukan. Dia gugur sebagai
seorang syuhada pada Perang Uhud.”
Dalam riwayat lain disebutkan,
Ketika burdah/kain yang digunakan untuk menutup kepala
Mush’ab, terbukalah kedua belah kakinya. Sebaliknya, apabila ditutupkan di
kakinya, maka terbukalah kepalanya. Kemudian, Rasulullah Saw bersabda,
“Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan kakinya tutuplah
dengan rumput idzkhir!”
Sambil memandangi burdah yang digunakan untuk penutup itu,
Rasulullah Saw berkata,
“Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun aku lihat yang
lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya, daripada dirinya (Mush’ab).
Tapi sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai
burdah.”
Setelah melihat ke medan perang dan para syuhada, Rasulullah
Saw berseru,
“Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari
kiamat, bahwa kalian semua adalah syuhada di sisi Allah!”
Kemudian, sambil berpaling ke arah sahabat yang masih hidup,
Rasulullah bersabda,
“Hai manusia sekalian, berziarahlah dan berkunjunglah
kepada mereka, serta ucapkanlah salam! Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak
seorang Muslim pun sampai hari kiamat yang memberi salam kepada mereka, pasti
mereka akan (menerima) balasannya.”
Selesai pertempuran, Rasulullah meninjau medan perang.
Ketika sampai pada jasad Mush’ab bin Umair, bercucuran deras air mata
Rasulullah. Tak sehelai pun kain untuk menutupi jasadnya selain sehelai burdah.
Mush’ab mencapai derajat syahid, ketika umur beliau mencapai
40 tahun atau lebih. Atas perintah Rasulullah Saw juga, Mush’ab dikubur bersama
saudaranya Abu ar-Rum, Amir bin Rabi’ah, dan Suwaibath bin Harmalah di dalam
satu lubang kuburan.
Hal ini dikarenakan, banyaknya korban yang jatuh, tak kala
usainya perang Uhud, yang mana pasukan Muslimin menerima kekalahan telak.
Kisah-kisah Mush’ab bin Umair
Banyak sekali kisah mulia yang ditorehkan oleh Mush’ab,
seorang pemuda yang tampan, gagah, dan berbudi luhur. Kehidupan beliau yang
selalu saja dimanjakan oleh Ibu yang sangat mencintainya, tak membuat beliau menjadi
congkak dan sombong.
Bahkan, ketika beliau sudah masuk Islam, beliau rela
meninggalkan semua gemerlap dunia tersebut, dan memilih untuk hidup zuhud
bersama Rasulullah Saw.
Para sahabat juga berkata,
“Kulit Mush’ab kering dan mengelupas, bagaikan ular
yang bersalin sisik.”
Untuk mengetahui tentang kisah-kisah Mush’ab bin Umair,
silahkan lihat di sini.
Demikianlah kisah dari Mush’ab bin Umair yang bisa kita
petik pelajaran di dalamnya. Bahkan, beliau rela meninggalkan kemewahan hidupnya,
demi hidup bersama Allah Swt dan Rasul-Nya. Namun, itu tak sebanding dengan jasa
beliau atas perkembangan kota Yatsrib, di mana banyak tokoh Anshar yang masuk Islam
dikarenakan beliau.
Sungguh, itu merupakan derajat yang sanggat tinggi, yang
jarang bisa diraih oleh siapapun.
Wallahu’alam