Peristiwa Ba’iat Aqabah Kedua

Source: en.wikipedia.org

Ba’iat Aqabah Kedua

Ba’iat Aqabah Kedua dikenal juga dengan sebutan “Ba’iat
al-Harb”. Karena, ba’iat ini terjadi karena penduduk Yastrib berjanji
untuk berperang bersama Nabi Muhammad Saw. Mereka bersedia berperang dengan
pihak manapun yang memerangi Nabi Saw.

Alhasil, ba’iat ini disebut dengan nama Ba’iat al-Harb
(ikrar perang).

Hal ini dibuktikan, ketika sebagian kaum Anshar mengumumkan
pernyataan akan kesiapannya, untuk berperang, dari malam pertama sejak Ba’iat
diikrarkan.

 

Penyebab terjadinya Ba’iat Aqabah Kedua

Setelah Ba’iat Aqabah Pertama dan diutusnya Mush’ab bin
Umair sebagai tonggak yang akan memperkuat pondasi Islam di Yatsrib, komunitas
Muslim di sana juga semakin berkembang. Banyak tokoh-tokoh Yatsrib dari bani
Aus dan bani Khazraj yang masuk Islam.

Setahun setelahnya, setelah misi Mush’ab bin Umair selesai,
beliau kembali menuju Makkah. Diriwayatkan, As’ad bin Zurarah lah yang menjadi
penganti Mush’ab, untuk menjadi Imam Shalat lima waktu.

Untuk mengetahui kisah tentang perkembangan awal Islam di
Yatsrib, silahkan lihat di sini.

 

 

Peristiwa saat terjadinya Ba’iat Aqabah Kedua

Ba’iat ini terjadi pada musim haji tahun 622 M atau 13
setelah Bi’tsah (masa kenabian). Ba’iat itu terjadi di
Raddah, yang sekarang disebut bukit Aqabah. Daerah itu ada di sebelah kanan
Mina, yang saat ini menjadi lokasi dari Masjid al-Bai’ah.

Diriwayatkan, pada tengah malam ada 70 atau 72 laki-laki dan
2 perempuan penduduk Yatsrib yang hadir di Aqabah. Kedua wanita dalam
perjanjian tersebut adalah Nusaibah binti Ka’ab dan Asma’ bintu ‘Amr bin ‘Adiy.
Rombongan ini berada di bawah pimpinan al-Bara’ bin Ma’rur.

Di pihak Rasulullah saw, hadir Abbas bin Abdul Muththalib yang
ingin melindungi keponakannya. Walaupun, Abbas saat itu belum masuk Islam.

Abbas berkata kepada para penduduk Yatsrib,

“Muhammad berasal dari kami, dan kami akan memberikan
dukungan kami kepadanya, sejauh kemampuan kami. Sekarang, Dia ingin datang
kepada kalian. Jika kalian memberikan dukungan kepadanya, tentu itu lebih baik.
Namun jika tidak, tinggalkan ia tetap bersama kami.”

Para penduduk Yatsrib itu berkata, “Kami akan berba’iat
dan berjanji setia padanya. Kami akan berperang dengan siapapun yang
memeranginya. Dan akan berdamai, dengan siapapun yang berdamai dengannya.”

Kemudian, Rasulullah Saw membacakan beberapa ayat Al-Quran
dan menyerukan tentang ajaran Islam. Selanjutnya, Nabi Saw mengikrarkan
ba’iat/perjanjian dengan para penduduk Yatsrib tersebut;

1. Untuk mendengar dan taat (kepada Rasulullah Saw), baik
dalam perkara yang mereka yang mereka sukai maupun yang mereka benci.

2. Untuk berinfak, baik dalam keadaan sempit maupun lapang.

3. Untuk ber-amar ma’ruf nahi munkar.

4. Agar mereka tidak terpengaruh celaan dari orang-orang
yang mencela di jalan Allah Swt.

5. Melindungi Muhammad Saw, sebagaimana mereka melindungi
wanita-wanita dan anak-anak mereka sendiri.

Satu-persatu atau sepasang-sepasang penduduk Yastri tersebut
datang untuk mendekat ke sisi Rasulullah Saw. Proses pemba’iatan ini dilakukan
secara bertatap muka satu-persatu, alih-alih menggunakan cara kelompok.

Yang pertama mendekati Rasulullah Saw adalah Rafi’ bin Malik
bin ‘Ajlan dari Bani Zuraiq.

Diriwayat lain disebutkan, Bara’ bin Ma’rur atau Abu
al-Haitsam bin Tayyihan adalah orang pertama yang memberikan ba’iatnya.

Diriwayat lain disebutkan,

Di saat malam gulita, Rasulullah Saw duduk dan para muslimin
Yatsrib mengelilingi Beliau Saw di Aqabah.

Kemudian, Abbas bin Abdul Muththalib yang pertama membuka
percakapan.

“Hai kaum Khazraj, sesungguhnya Muhammad adalah bagian dari
kami. Kami telah melindunginya dari kaum kami, dari orang-orang yang pendirian
(agama)-nya sepertiku. Dia berada dalam perlindungan dari kaumnya, dan jaminan
keamanan di negerinya. Tapi, dia lebih suka bergabung dengan kalian dan menyatu
dengan kalian.”

Lalu, Abbas melanjutkan, “Bila kalian yakin mampu memenuhi
apa yang ia serukan kepada kalian, dan bisa melindunginya dari orang-orang yang
menentangnya… Kalian berhak melakukannya dan menanggungnya. Tapi, jika kalian
menyerahkan kepada musuhnya dan menelantarkannya setelah dia bergabung kepada
kalian. Maka sejak sekarang, biarkan ia, karena dia sudah berada dalam
perlindungan dan jaminan keamanan dari kaumnya.”

Muslimin Yatsrib itu berkata, “Kami telah mendengar apa yang
kamu sampaikan. Silakan bicara, ya Rasulullah. Ambillah untuk dirimu dan untuk
Tuhanmu, apa saja yang Engkau sukai.”

Rasulullah Saw diam sejenak, lalu mulai membacakan ayat-ayat
al-Quran. Setelah itu, Beliau Saw berpesan, agar muslim Yatsrib terus berpegang
kepada agama Allah.

Sambil menatap tajam satu-persatu semua orang di
sekelilingnya, Rasulullah berkata, “Aku memba’iat kalian agar kalian
melindungiku, sebagaimana kalian melindungi anak istri kalian.”

Spontan saja, salah satu tetua tokoh Yatsrib, Barra bin
Ma’rur mendekati Rasulullah Saw dan langsung memegang tangannya dengan tegas
berkata,

“Tentu saja. Demi zat yang mengutusmu dengan membawa
kebenaran, kami pasti melindungimu, seperti kami melindungi anak istri kami.
Ba’iatlah kami ya Rasulullah. Demi Allah, kami ahli (dalam) perang dan ahli
(menggunakan) senjata. Hal itu kami wariskan dari satu generasi kepada generasi
lainnya.”

Kemudian, Abu Al Haitsam bin At Tayyahan langsung menyahut,

“Wahai Rasulullah, sebenarnya kami mempunyai hubungan
perjanjian dengan orang-orang Yahudi, dan kami akan memutuskannya. Jika kami
telah melakukannya, kemudian Allah memenangkanmu… apakah Engkau akan kembali
kepada kaummu dan meninggalkan kami?”

Rasulullah tersenyum, lantas berkata meyakinkan,

“Tidak. Darah kalian adalah darahku. Kehormatan kalian
adalah kehormatanku. Aku bagian dari kalian, dan kalian bagian dari diriku. Aku
memerangi siapa saja yang kalian perangi, dan berdamai dengan orang-orang yang
kalian berdamai dengannya.”

Rasulullah Saw membagi para muslim Yatsrib tersebut menjadi
dua belas kelompok. Masing-masing dipimpin oleh seorang naqib atau
pimpinan. Jumlah orang yang terpilih sebagai naqib adalah; sembilan
orang dari bani Khazraj dan tiga dari bani Aus.

Kepada para naqib, Rasulullah berkata, “Kalian
bertanggung jawab atas apa saja yang terjadi di atas kaum kalian, seperti
halnya tanggung jawab dari Hawariyun kepada Isa bin Maryam, dan aku bertanggung
jawab atas kaumku.”

“Ya,” jawab mereka serempak.

 

Diriwayat lain disebutkan, setelah tiba di Aqabah, Abbas bin
Abdil Muthalib berkata untuk menjamin keamanan keponakannya. Setelah
mendapatkan itu, Rasulullah Saw membacakan ayat-ayat Al-Qur’an.

Setelah itu, Abbas bin Ubadah bin Nadhlah yang menjadi tokoh
Yatsrib, berkata lantang,

“Hai orang-orang Khazraj, tahukah kalian untuk apa kalian
memba’iat orang ini?”

“Ya, kami tahu,” jawab teman-temannya.

Abbas bin Ubadah melanjutkan,

“Sesungguhnya, kalian memba’iat orang ini untuk memerangi
orang-orang berkulit merah (Arab) dan berkulit hitam (Euthopia). Kalau harta
kalian yang habis itu kalian anggap sebagai musibah dan meninggalnya
pemimpin-pemimpin kalian, (maka) kalian anggap sebagai pembunuhan. Maka,
menyerahlah kalian sejak sekarang. Demi Allah, jika kalian melakukan hal yang
demikian, itulah kehinaan di dunia dan akhirat.”

Tanpa ragu, orang-orang Yatsrib berkata,

“Kami mengambilnya, meskipun ini mengurangi harta kami dan
menewaskan orang-orang terhormat kami. Kalau kami melakukan hal tersebut, kami
mendapatkan apa, ya Rasulullah?”

Rasulullah Saw menjawab dengan mantap, “Surga.”

Mereka langsung menukas, “Ulurkan tanganmu.”

Rasulullah Saw kemudian mengulurkan tangannya, yang langsung
disambut oleh tangan semua yang hadir. Maka, ba’iat Aqabah kedua terjadi.

“Kami berikrar mendengar dan setia (kepadamu Rasulullah Saw)
di waktu suka dan duka, di waktu bahagia dan sengsara. Kami hanya akan berkata
yang benar di mana saja kami berada. Dan kami tidak takut siapapun, di atas
jalan Allah ini.”

Selesai ikrar itu, Nabi Saw berkata, “Pilihkan dua belas
orang pemimpin dari kalangan tuan-tuan yang akan menjadi penanggung-jawab
masyarakatnya.”

Mereka lalu memilih sembilan orang dari bani Khazraj dan
tiga orang dari bani Aus. Kemudian, kepada para pemimpin itu, Nabi Saw berkata,
“Kalian adalah penanggung jawab kaum kalian, seperti pertanggung-jawaban
dari pengikut-pengikut Isa bin Mariam. Terhadap kaumku, aku lah yang
bertanggung jawab.”

 

Diriwayatkan, setelah memberikan Ba’iat, Abbas bin ‘Ubadah
berkata kepada Rasulullah Saw,

“Jika Engkau memerintahkan kami untuk menyerang kaum
kafir yang sedang sibuk melakukan haji di Mina, (maka) akan kami lakukan.”

Namun, Rasulullah Saw tidak mengizinkan itu, dan meminta
mereka agar kembali kepada keluarga dan sanak famili mereka, yang menunggu di
kemah-kemah mereka.

 

Dalam riwayat lain, disebutkan jika ada yang mengawasi
rombongan besar muslim Yatsrib ini. Lalu, ia berkata kepada kaum Quraisy yang
ada di bawah bukit, “Muhammad dan orang-orang yang pindah kepercayaan itu
sudah berkumpul dan akan memerangi kalian!”

Pengintai itu lalu bermaksud hendak mengacaukan ba’iat itu,
dan mau menanamkan kegelisahan dalam hati muslimin Yatsrim. Karena, rencana
mereka malam itu diketahui.

Akan tetapi, Muslimin Khazraj dan Aus tetap teguh pada janji
mereka. Bahkan, ‘Abbas bin ‘Ubada berkata kepada Rasulullah Saw,

“Demi Allah, Yang telah mengutus Engkau atas dasar
kebenaran. Kalau sekiranya Engkau izinkan, penduduk Mina itu besok akan kami
habisi dengan pedang kami.”

Rasulullah Saw lalu menjawab, “Kita (kaum Muslimin)
tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah-kemahmu.”

 

Introgasi kaum Quraisy pada Muslimin Yatsrib

Keesokan harinya, kaum Quraisy mendatangi para penduduk
Yatsrib yang sedang di tenda mereka (para muslimin yang sedang berhaji). Lalu,
para utusan Quraisy itu menanyakan apa yang telah dilakukan mereka semalam.
Termasuk mencari kebenaran akan berita, jika mereka akan memerangi kaum Quraisy.

Para peserta ba’iat Yatsrib itu terkejut sekali, karena
kecepatan penyebaran informasi tersebut.

Kaum Quraisy menyesali tindakan bani Khazraj itu (kaum
Quraisy hanyat tahu jika yang bertemu Rasulullah Saw adalah anggota bani
Khazraj, yang menjadi mayoritas). Mereka mengatakan, jika mereka tidak ingin
berperang dengan bani Khazraj.

Tapi, mereka mempertanyakan, kenapa bani Khazraj mau
bersekutu dengan Muhammad, untuk memerangi mereka.

Abdullah bin Ubai bin Salul yang ketika itu ikut bersama
rombongan Yatsrib, menolak dan menegaskan tentang ketidak-benaran berita
tersebut.

Saat itu, juga ada para musyrikin dari bani Khazraj yang bersumpah-sumpah,
jika hal semacam itu (ba’iat/bersekutu dengan Rasulullah Saw) tidak pernah ada.
Sedangkan para Muslimin malah diam saja, setelah melihat para musyrikin Quraisy
yang sepertinya mempercayai keterangan orang yang seagama dengan mereka.

Para utusan Quraisy kembali tanpa dapat membuktikan berita
tersebut. Tapi, mereka terus menyelidiki jika ada kemungkinkan jika ba’iat itu
benar-benar ada.

Sementara itu, para penduduk Yatsrib sudah mengemasi
perbekalan mereka, dan kembali menuju negeri mereka, sebelum pihak Quraisy semakin
brutal dalam mengorek informasi.

Setelah kepergian rombongan Yatsrib, kaum Quraisy akhirnya
mengetahui jika berita itu memang benar. Lalu, mereka berangkat lagi untuk mencari
para penduduk Yastrib. Tapi, bani Khazraj dan bani Aus sudah tak ada lagi, kecuali
Sa’ad bin ‘Ubada, yang masih sibuk dengan urusannya.

Lalu, mereka menangkap dan membawa Sa’ad ke Makkah. Di sana,
Sa’ad disiksa agar mengatakan kebenaran berita itu. Tapi kemudian, Jubair bin
Mut’im bin ‘Adi dan al-Harith bin Umayya datang menolongnya.

 

Turunnya perintah untuk Hijrah

Dalam Tarikh Islam juga tercatat, jika Ba’iat Aqabah Kedua
juga menjadi awal dari rangkaian peristiwa yang mengawali hijrahnya Nabi
Muhammad Saw dan kaum Muslimin ke Yastrib. Hingga puncaknya, serangan seribu
kaum Quraisy kepada kaum Muslimin yang bertahan di bukit Badar.

Dalam riwayat lain diceritakan,

Setelah dibuatnya
Bai’at Aqabah kedua, Rasulullah Saw kembali ke Makkah untuk melanjutkan dakwah.
Di sana, beliau mendapatkan gangguan dari kaum musyrikin yang semakin keras dan
kejam. Hal ini tak lain disebabkan Rasulullah Saw yang telah kehilangan dua
sayap pelindungnya yang paling kuat, istri Beliau Saw; Siti Khadijah Al-Kubra
dan paman Beliau Saw; Abu Thalib. 

Untuk mencegah lebih
banyak jatuhnya korban, Nabi Muhammad Saw memerintahkan kaum muslimin di Makkah
untuk hijrah ke Yatsrib, agar mereka aman. Rasulullah Saw juga memerintahkan
untuk melakukan hijrah secara sembunyi-sembunyi, agar hal itu tidak diketahui
oleh kaum musyrikin Quraisy.

Diriwayatkan, prang
pertama yang berhijrah adalah Abu Salamah bin Abdil Asad dan Mush’ab bin Umair,
juga Amr bin Ummi Maktum. Kemudian disusul oleh Bilal bin Rabbah, Sa’ad bin Abi
Waqqash, Ammar bin Yasir, dan Umar bin Khatab dalam rombongan berjumlah 20
orang.

Akhirnya, kaum
Muslimin Mekah mulai berdatangan di Madinah, di mana mereka dipersaudarakan
dengan kaum Muslimin Madinah. Mendirikan masjid an-Nabawi. Mengganti nama
Yatsrib menjadi Madinah. Lalu hingga harus mengangkat senjata dalam perang yang
pelik, Perang Badar.

 

Wallohu’alam

Leave a Comment