Bai’at Aqabah Pertama
Bai’at Aqabah Pertama – Bai’at Aqabah Pertama terjadi pada tahun 621 M. Bai’at
Aqabah ini terjadi pada tahun kedua belas Bi’tsah (masa kenabian). Bai’at ini
adalah perjanjian antara Nabi Muhammad Saw dengan 12 orang penduduk Yatsrib,
yang memeluk agama Islam. Ba’iat ini dilaksanakan di Raddah (sekarang disebut
bukit Aqabah), sebuah daerah di sebelah kanan Mina, yang saat ini menjadi
lokasi Masjid al-Bai’ah.
(Aqabah sendiri berarti pesimpangan jalan).
Bai’at sendiri berarti ikrar atau sumpah setia kepada
seseorang yang dijanjikan. Dalam kasus ini, ke-12 penduduk Yatsrib melakukan
sumpah setia kepada Rasulullah Saw, untuk bertaqwa kepada Allah Swt.
Isi perjanjian/ba’iat tersebut wajib dilaksanakan oleh para
peserta ba’iat, karena ini termasuk sebagai suatu amanah. Sehingga, hukum dari
suatu ba’iat ialah seperti mengucapkan janji kepada seseorang, dengan
menggunakan sumpah atas nama Allah Swt. Alhasil, para peserta ba’iat wajib
melaksanakan isi ba’iat tersebut.
Dalam sejarah juga tercatat, jika Ba’iat Aqabah Pertama ini
juga dikatakan sebagai “Baiat an-Nisa” (Ba’iat Wanita). Karena, ba’iat ini
terjadi tanpa adanya ikrar peperangan/memerangi kaum lain.
Penyebab terjadinya Ba’iat Aqabah Pertama
Dalam Fiqh As-Sirah (1424 H) Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim
Az-Zaid menyebutkan, jika kelompok As’ad yang menuju ke Makkah, berjumlah enam
orang. Mereka berasal dari Bani Khazraj. Yaitu As’ad bin Zurarah, Auf bin
Al-Harits bin Rifa’ah, Rafi’ bin Malik bin Al-‘Ajlan, Quthbah bin ‘Amir bin
Hadidah, ‘Uqbah bin ‘Amir bin Naaby, dan Jabir bin ‘Abdullah bin Riab.
Kedatangan mereka untuk melakukan ibadah Haji, menjadi
sebuah awal yang baru bagi mereka. Semua itu bermula, ketika mereka melihat
seorang lelaki keturunan Bani Hasyim yang sedang dikerumuni para budak. As’ad
dan kelompoknya akhirnya mendapatkan hidayah, ketika mereka mau duduk dan
mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an.
Setelah menyatakan keislamannya, As’ad bin Zurarah dan
kelompoknya pulang ke kampung halaman, Yatsrib.
Kemudian, As’ad kembali menuju Makkah pada tahun 621 M,
bersama dengan 11 temannya. 12 orang itu terdiri dari 7 keluarga dua
kabilah Aus dan Khazraj.
Kedatangan As’ad dan rombongan kali ini adalah untuk
berba’iat kepada Rasulullah Saw, dan meminta kepada Beliau Saw untuk mengirim
sahabat senior, yang akan menjadi pembimbing mereka.
Ya, karena As’ad sadar, jika mereka tak bisa terus tinggal
di Makkah, dan mereka juga harus terus meng-upgrade pengetahuan dan
amalan mereka tentang Islam. Sehingga, pilihan paling bijak ialah mendatangkan
guru ke rumah mereka. Karena mereka juga tahu, jika Rasulullah Saw juga tengah
dalam pengawasan ketat dari kaum Quraisy.
Untuk mengetahui kisah As’ad bin Zurarah, silahkan lihat di sini.
Diriwayat lain disebutkan,
As’ad dan rombongan datang kembali ke Makkah, dengan berjumlah 12 orang. Enam
orang yang disebutkan tadi, kecuali Jabir bin ‘Abdullah bin Riab. Lalu ditambah
dengan Mu’adz bin Al-Harits bin Rifa’ah, Dzakwan bin Abdul Qais, ‘Ubadah bin
Ash-Shamit, Yazid bin Tsa’labah, Abul Haytsam bin At-Taihan, dan ‘Uwaimir bin
Malik.
Diriwayatkan dari
‘Ubadah bin Ash-Shamit, bahwa Rasulullah Saw bersabda, di saat dikelilingi para
penduduk Yatsrib;
بَايِعُونِى عَلَى أَنْ لاَ تُشْرِكُوا
بِاللَّهِ شَيْئًا ، وَلاَ تَسْرِقُوا ، وَلاَ تَزْنُوا ، وَلاَ تَقْتُلُوا
أَوْلاَدَكُمْ ، وَلاَ تَأْتُوا بِبُهْتَانٍ تَفْتَرُونَهُ بَيْنَ أَيْدِيكُمْ
وَأَرْجُلِكُمْ ، وَلاَ تَعْصُوا فِى مَعْرُوفٍ ، فَمَنْ وَفَى مِنْكُمْ
فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ، وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوقِبَ فِى
الدُّنْيَا فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ ، وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا ثُمَّ
سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَهُوَ إِلَى اللَّهِ إِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ ، وَإِنْ شَاءَ
عَاقَبَهُ
“Kemarilah dan berba’iatlah
kalian kepadaku, untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak
mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak (perempuan) kalian sendiri,
tidak berbuat dusta yang kalian ada-adakan sendiri, tidak mendurhakaiku dalam
urusan yang baik.
Barangsiapa di
antara kalian menepatinya, maka pahalanya ada pada Allah. Barangsiapa ditimpa
sesuatu dari yang demikian itu, lalu ia disiksa di dunia. Maka, itu merupakan
ampunan dosa baginya. Barangsiapa ditimpa sesuatu dari yang demikian itu lalu
Allah menutupinya, maka urusannya terserah Allah.
Jika menghendaki,
Allah menyiksanya. Dan jika menghendaki, Allah akan mengampuninya.” Lalu kami
pun berbaiat kepada beliau. (HR. Bukhari, no. 18 dan Muslim, no. 1709).
Diriwayat lain disebutkan, para peserta ba’iat Aqabah pertama
dari Bani Khazraj adalah:
1. As’ad bin Zurarah
2. ‘Auf bin Harits
3. Mu’adz bin Harits
4. Dzakwan bin ‘Abdul Qays
5. Rafi’ bin Malik
6. ‘Ubadah bin Shamit
7. Abi Abdurrahman Yazid bin Tsa’labah
8. ‘Abbas bin ‘Ubadah bin Nadhlah
9. ‘Uqba bin ‘Amir bin Nabi
10. Qutbah bin ‘Amir bin Hadidah
Sementara itu peserta dari Bani Aus adalah:
1. Abu al-Haitsam bin Tayyihan
2. ‘Uwaym bin Sa’idah
Peristiwa saat terjadinya Ba’iat Aqabah Pertama
Tentang peristiwa ini, Jabir menceritakan;
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
masih di Makkah dan mengajak para manusia kepada Islam, Beliau mendatangi
mereka di setiap musim haji, di pasar ‘Ukkaz, Majannah. Beliau sambil berkata,
‘Siapakah yang akan membantuku menyebarkan risalah Rabb-ku
ini? Bagiannya (balasannya) adalah jannah (surga).’
Namun, tidak ada yang mau menyambut seruan itu. Sampai
akhirnya, Allah subhanahu wa ta’ala mengirim kami kepada Beliau, dan
bertemu di ‘Aqabah. Saat itu, Beliau bersama ‘Abbas (bin Abdil Muthalib),
pamannya.
Kami berkata kepada beliau,
‘Ya Rasulullah, atas dasar apa kami bersumpah setia (bai’at)
kepadamu?’
Beliau Saw berkata, ‘Kalian berbai’at untuk tetap mendengar
dan taat (kepadaku), baik di waktu semangat maupun berat, dalam keadaan lapang
maupun sempit (susah). Menolongku, kalau aku datang kepada kalian dan membelaku
seperti kalian membela anak, istri, dan diri kalian sendiri. Serta, kalian akan
mendapat balasan surga.’
Kami pun segera berbai’at kepadanya.
Yang pertama menggenggam tangan beliau adalah As’ad bin
Zurarah. Padahal, dia adalah yang paling muda di antara kami. Dan dia (As’ad)
berkata,
‘Tunggu dulu, wahai orang-orang Yatsrib (Madinah). Kita
tidak melakukan perjalanan ini, melainkan kita tahu betul jika Ia adalah
Rasulullah. Membawanya keluar (dari Makkah, red.) pada hari ini, berarti
menghadapi bangsa Arab seluruhnya dan sebab terbunuhnya orang-orang terbaik
dari kalian, serta siap menghadapi peperangan.
Kalau kalian sabar terhadap hal ini, ambil ba’iat ini, dan
balasan bagi kalian di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Kalau kalian
takut dan mengkhawatirkan diri kalian, maka tinggalkan dia (untuk sekarang).
Ini adalah udzur bagi kalian, (menurut) di sisi Allah Saw.’
Serempak yang lain berkata,
‘Wahai As’ad, lepaskan tanganmu. Demi Allah, kami tidak akan
biarkan bai’at ini berlalu begitu saja, dan kami tidak membencinya.’
Kemudian, satu per satu dari kami berdiri menggenggam tangan
Beliau untuk mengucapkan bai’at. Lalu, beliau memberi syarat, dan menjanjikan
surga bagi kami.”
Di dalam gelapnya malam, di atas bukit Aqabah, Rasulullah
Saw membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan mulai menyebutkan isi ba’iat yang
terdiri dari tiga perkara;
1. Tidak menyekutukan Allah Swt dengan sesuatu apapun.
2. Melaksanakan apa yang Allah perintahkan.
3. Meninggalkan apa yang Allah larang.
Di dalam riwayat lain disebutkan,
1. Tidak akan menyekutukan Allah swt dalam beribadah.
2. Tidak akan mencuri dan berzina.
3. Tidak akan membunuh anak (perempuan) sendiri.
4. Tidak akan memfitnah.
5. TIidak akan membantah perintah Rasulullah saw yang
mengajak pada kebaikan dan perdamaian.
Dalam riwayat lainnya lagi disebutkan, isi ba’iat aqabah
pertama adalah;
1. Menyatakan kesetiaan mereka kepada Nabi Muhammad Saw.
2. Menyatakan jika mereka rela mengorbankan harta dan jiwa
yang dimiliki.
3. Menyatakan kesediaan mereka untuk menyebarkan agama
Islam, yang telah dianut.
4. Menyatakan jika mereka tidak akan menyekutukan Allah Saw.
5. Menyatakan jika mereka tidak akan membunuh seseorang.
6. Menyatakan jika mereka tidak akan melakukan perbuatan
curang dan dusta.
Kemudian untuk menanggapi permintaan As’ad, Rasulullah Saw
mengirim Mush’ab bin Umair dan ‘Amr bin Ummi Maktum ke Yatsrib, untuk
mengajarkan kepada penduduk tentang perihal Islam, membaca Al Qur’an, dan
sebagainya.
Perkembangan Islam di Yatsrib, Madinah
Ketika mereka kembali ke Madinah, Mush’ab bin Umair menginap
di rumah As’ad.
Lalu, As’ad membangun masjid (tempat beribadah seperti
mushola, dan belum dijadikan tempat sholat jum’at) di atas tanah milik orang
tua-nya. Lokasi itu dekat dengan lokasi masjid Nabawi.
Di sana, beliau mengumpulkan empat puluh orang, untuk
mendengarkan Mush’ab membacakan Al-Qur’an, mengajar mereka tentang Islam, dan
memimpin sholat.
Setelah strategi dakwah ini berkembang pesat, As’ad membawa Mush’ab
kepada Bani Abdul Ashhal dan Zafar (anak cabang dari Bani Aus) untuk mengajar
lebih banyak orang tentang agama Islam.
Untuk mengetahui tentang perkembangan awal Islam di Yatsrib,
silahkan lihat di sini.
Tentu saja, hal ini membuat kesal sepupu As’ad, Sa’ad bin
Muadz yang merupakan tokoh pemuka dari klan Abdul Ashhal.
Hingga suatu hari, Sa’ad menyuruh Usaid bin Hudhair untuk menantang
Mush’ab bin Umair dan mengusirnya dari Yatsrib. Namun, setelah Mush’ab
menjelaskan tentang Islam, Usaid mendapatkan hidayah Allah Swt dan masuk Islam.
Kemudian, ketiganya pergi untuk menghampiri Sa’ad yang
sedang berdiskusi dengan kelompoknya. Mereka berencana untuk mengajak Sa’ad
untuk masuk agama Tauhid ini. Dan pada akhirnya, Sa’ad dan sebagian besar bani
Abdul Ashhal masuk ke agama Islam.
Untuk mengetahui tentang kisah Sa’ad bin Muadz, silahkan
lihat di sini.
Peristiwa Ba’iat Aqabah Kedua
Setahun lebih Mush’ab bin Umair di Yatsrib, beliau telah
berhasil mengislamkan tokoh-tokoh Yatsrib. Terutama para tokoh dari kabilah
Aus, seperti Sa’ad bin Muadz dengan bani Abdul Ashhal, yang hampir semuanya
masuk agama Islam.
Pada musim Haji tahun berikutnya tersebut, Mush’ab kembali
ke Makkah bersama dengan 74 penduduk Yatsrib yang akan berba’iat kepada
Rasulullah Saw dan beberapa orang saksi yang juga merupakan penduduk Yatsrib.
Untuk mengetahui tentang peristiwa Ba’iat Aqabah Kedua,
silahkan lihat di sini.
Setelah Peristiwa Ba’iat Aqabah Kedua inilah turunnya
perintah dari Allah Swt untuk melakukan hijrah ke Yatsrib. Tentunya, kaum
Muslimin menyambut perintah tersebut dengan suka cita. Akhirnya, mereka bisa
melepaskan diri dari cengkraman dan penyiksaan kaum Quraisy yang semakin tak
terkendali.
Dan seiringnya waktu, mulailah terbangun pondasi
pemerintahan di Yatsrib. Rasulullah Saw dan kaum Muslimin juga bisa menjadi
supremasi kekuatan baru di jazirah Arab ini. Hingga pada akhirnya, pencapaian
terbesar kaum Muslimin kala itu dengan ditakhlukkannya Makkah, dalam peristiwa Fathul
Makkah.
Wallohu’alam