Perang Bani Quraizhah
Perang Bani Qurayzhah – Perang Bani Qurayzhah yang juga dikenal sebagai peperangan
besar-besaran atas Bani Qurayzhah, kabilah Yahudi yang tinggal di bagian
tenggara kota Madinah. Peperangan ini terjadi pada akhir Dzulqa’dah dan awal
Dzulhijjah, pada pada tahun 5 Hijriyah (Februari-Maret 627 Masehi), beberapa
hari setelah Perang Khandaq.
Penyebab perang Quraizhah
Bani Qurayzhah adalah salah satu dari tiga kabilah besar yang
tinggal di Madinah bersama dengan Bani Nadir dan Bani Wail. Ketiganya telah
mengusai wilayah Yatsrib sejak dahulu kala, hingga datangnya para Muhajirin dan
Nabi Saw dari Makkah.
Karena menghalangi dakwah dan politik pemerintahan
Rasulullah Saw, Bani Nadir dan Bani Wail diusir keluar Madinah menuju Oasis Khaibar.
Sementara itu, Bani Qurayzhah diasingkan ke pinggiran Madinah, mengolah
kebun-kebun kurma mereka.
Saat terdengar berita penyerangan dari aliansi kabilah suku
Quraisy dan Bani Ghatafan, atas bujukan Nadir dan Bani Wail, Rasulullah Saw
lalu membuat perjanjian dengan Bani Qurayzhah untuk melindungi kota Madinah.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang Perang Khandaq,
silahkan lihat di sini.
Namun, tak kala pertempuran Khandaq dimulai, Bani Qurayzhah hanya
meminjamkan peralatan perang untuk berjaga-jaga di Madinah. Dan juga, mereka mengingkari
janji untuk mengangkat senjata untuk mempertahankan Madinah.
Menurut beberapa riwayat, Bani Qurayzhah sudah bernegosiasi
dengan Bani Nadir, untuk ikut serja menyerang kaum Muslimin dari belakang.
Sementara itu, pasukan aliansi akan menyerang lewat depan.
Kondisi di Madinah, sebelum perang Bani Qurayzhah
Diriwayatkan oleh Abdurrazâq dalam al-Mushannaf (5/368-373)
dari mursal Sa’id bin al-Musayyib, penghianatan Bani Qurayzhah yang
diprovokatori oleh Huyay bin Akhthab an-Nadhariy, terasa sangat menyakitkan.
Kala itu, umat Muslim sedang susah payah bertahan melawan
pasukan aliansi, dan dari sisi belakang, mereka dikhawatirkan akan serangan
dari Bani Qurayzhah. Hal ini ditambah dengan akibat penghianatan Bani Qurayzhah,
stock logistik dan peralatan perang yang mestinya dikirimkan pada kaum Muslimin
menjadi tak ada.
Untuk menjaga Bani Qurayzhah yang menusuk dari belakang,
Rasulullah Saw memerintahkan 70 orang sahabat (ada riwayat 100 orang) untuk
menjaga garis belakang.
Peristiwa saat terjadinya Perang Bani Qurayzhah
Setelah mendapatkan kemenangan dalam perang Khandaq, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum Muslimin pulang ke Madinah dan
meletakkan senjatanya untuk istirahat. Namun, ketika Beliau sedang mandi di
rumah Ummu Salamah radhyallahu ‘anha, Nabi Saw didatangi oleh Malaikat
Jibril, dan mengatakan:
قَدْ وَضَعْتَ
السِّلَاحَ وَاللَّهِ مَا وَضَعْنَاهُ فَاخْرُجْ إِلَيْهِمْ قَالَ فَإِلَى أَيْنَ
قَالَ هَا هُنَا وَأَشَارَ إِلَى بَنِي قُرَيْظَةَ
“Kamu sudah meletakkan senjatamu? Demi Allah, kita belum (boleh)
meletakkannya, keluarlah menuju mereka!”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Kemana?”
Jibril menjawab, “Ke arah sini.”
Jibril menunjukkan arah kampung Bani Quraizhah. (HR Bukhari no.
4117, kitab al-Fath; 15/293)
Menerima perintah ini, Rasulullah Saw bergegas dan
menginstruksikan kepada para shahabat-nya untuk segera bergerak ke arah Bani
Quraizhah. Bahkan, agar cepat sampai tujuan, Rasulullah Saw bersabda:
لَا
يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ
“Janganlah ada satu pun yang shalat ‘Ashar, kecuali (sudah
berada) di perkampungan Bani Quraizhah.” (HR. Bukhari no. 4119, kitab al-Fath;
15/293).
Sementara itu, dalam riwayat Imam Muslim no. 1770, disebutkan:
لَا
يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الظُّهْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ
“Janganlah ada satupun yang shalat Dhuhur, kecuali (sudah
berada) di perkampungan Bani Quraizhah.”
Menyikapi perbedaan ini, Ibnu Hajar rahimahullah
mengatakan,
“Sebagian Ulama mencoba memadukan dua riwayat Imam Bukhari
dan Imam Muslim yang berbeda di atas. Mereka mengatakan ada kemungkinan jika
sebagian dari shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menunaikan shalat Dhuhur sebelum intruksi itu diberikan. Sementara sebagian
yang lain belum menunaikan shalat Dhuhur.
Untuk para shahabat yang belum menunaikan shalat Dhuhur,
dikatakan, ‘Jangan ada satupun yang melaksanakan shalat Dhuhur’. Dan untuk para
shahabat yang sudah menunaikan shalat Dhuhur, dikatakan, ‘Jangan ada satupun
yang melaksanakan shalat ‘Ashar’.
Ada juga sebagian Ulama mengkonpromikannya, dengan
mengatakan jika ada kemungkinan satu kelompok dari shahabat berangkat lebih
dulu, sebelum yang lainnya.
Untuk kelompok pertama dikatakan, ‘Jangan ada satupun yang
melaksanakan shalat Dhuhur’. Dan untuk kelompok kedua diakatakan, ‘Jangan ada
satupun yang melaksanakan shalat ‘Ashar’.
Kedua metode ini tidak apa-apa.” (Fathul Bari, 15/294)
Dala kitab as-Siratun Nabawiyah Fi Dhau’il Mashadiril
Ashliyyah, Rasulullah Saw berangkat menuju perkampungan Bani Quraizhah, bersama
3.000 pasukan. Setibanya di perkampungan Bani Quraizhah, pasukan kaum Muslimin
melakukan pengepungan dan blokade, terhadap Bani Quraizhah.
Menurut pendapat yang lebih kuat, pengepungan ini
berlangsung selama 25 hari sampai mereka menyerah.
Akhir Perang Bani Quraizhah
Menyikapi sikap Bani Quraizhah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melimpahkan penentuan jenis hukuman yang akan dijatuhkan pada
Bani Quraizhah, kepada salah seorang pemuka dari Bani Aus. Karena, bani Aus
dahulunya merupakan sekutu Bani Quraizhah.
Awalnya, mereka meminta kepada Rasulullah Saw untuk
mengirimkan sahabat Abu Lubabah bin Abdul Mundzir. Seorang sahabat yang sangat
terkenal akan kelembutan hatinya, sama seperti watak penduduk Madinah. Namun, kelembutan
hati Abu Lubabah tak terlihat bisa terlihat di sini.
Abu Lubabah merasa sangat kecewa dengan sikap Bani Quraizhah,
yang telah melakukan penghianatan kepada umat Islam. Padahal saat itu, beliau
menjadi wakil Rasulullah Saw di Madinah, saat perang Khandaq bergejolak. Oleh
karena itu, Abu Lubabah merasa sangat dikecewakan, oleh sikap para Yahudi Bani
Quraizhah yang tak berperasaan ini.
Untuk mengetahui siapa dan kisah Abu Lubabah bin Abdul
Mundzir, silahkan di sini.
Kemudian, Rasulullah Saw melimpahkan tanggung jawab itu kepada Sa’ad
bin Mu’adz, yang saat itu tidak ikut serta ke perkampungan Bani Quraizhah,
karena luka-luka yang beliau terima dalam perang Khandaq. Hal ini terjadi, atas kesepakan dengan
Ya, Sa’ad bin Mu’adz adalah pemuka dari Bani Aus yang sangat terkenal akan kebijakan dan lurusnya sikap beliau.
Ketika beliau sudah mendekati pasukan kaum Muslimin, Rasulullah
Saw berkata kepada kaum Anshar:
قُومُوا إِلَى
سَيِّدِكُمْ فَجَاءَ فَجَلَسَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ إِنَّ هَؤُلَاءِ نَزَلُوا عَلَى حُكْمِكَ قَالَ فَإِنِّي
أَحْكُمُ أَنْ تُقْتَلَ الْمُقَاتِلَةُ وَأَنْ تُسْبَى الذُّرِّيَّةُ قَالَ لَقَدْ
حَكَمْتَ فِيهِمْ بِحُكْمِ الْمَلِكِ
“Berdirilah, (sambutlah) sayyid (pemimpin) kalian.”
Sa’ad mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan duduk. Lalu, Rasulullah bersabda,
‘Sesungguhnya, orang-orang ini tunduk kepada (keputusan) hukumanmu.’
Kemudian, Sa’ad mengatakan,
‘Hukum yang aku tetapkan yaitu; membunuh pasukan mereka,
kaum wanita dan anak ditawan.’
Rasulullah Saw bersabda,
‘Engkau telah menjatuhkan sanksi kepada mereka, sesuai
dengan sanksi Allah Azza wa Jalla’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Untuk mengetahui keputusan Sa’ad bin Mu’adz tentang Bani Quraizhah, silahkan lihat
di sini.
Berdasarkan pendapat terkuat, jumlah pasukan Bani Quraizhah yang
dihukum mati adalah 400 orang. Sementara itu, Imam Tabari mengutip 600-900
telah diekseskusi.
Ada juga Hadits yang tidak menyebutkan jumlah yang dibunuh, tapi
ada keterangan jika semua laki-laki dan seorang wanita dibunuh. Seorang wanita
itu dibunuh karena, dia telah membunuh satu tentara muslim, menggunakan batu/pisau.
Sementara itu, para wanita lainnya dan anak-anak dijual atau
ditukar dengan senjata dan kuda.
Menurut Ibnu Katsir, QS Al-Ahzab ayat: 9-10 dan 26-27, menjelaskan
tentang penyerbuan kaum Muslimin ke Bani Qurayzhah.
Untuk mengetahui siapa itu dan sejarah Sa’ad bin Mu’adz yang mengetarkan ‘Arsy. Silahkan lihat di sini.
Hikmah yang bisa dipetik dari perang Bani Qurayzhah
1. Negara boleh mengambil keputusan keras, untuk membunuh
orang yang melanggar perjanjian. Dan hingga saat ini, banyak negara yang
menetapkan hukuman, untuk membunuh para pengkhianat bangsa mereka.
2. Imam Nawawi menyebutkan jika mayoritas para Ulama
memandang Hadist tentang ‘Berdirilah, (sambutlah) sayyid (pemimpin) kalian’, bahwa
berdiri untuk menyambut kedatangan orang yang memiliki keutamaan, itu
dianjurkan.
3. Dalam menjalin setiap perjanjian, haruslah diupayakan
untuk dipenuhi hingga akhir. Apabila tak bisa menepati janji, alangkah baiknya
untuk mengatakan yang sebenarnya. Dan wajibnya mengeluarkan ganti rugi, apabila
ada kerugian yang disebabkan, tak kala perjanjian itu dibatalkan.
Wallohu’alam